Pengaturan Batasan Produksi Rokok Dinilai Masih Longgar

Jakarta: Fungsi cukai sebagai instrumen pengendalian tembakau guna menekan prevalensi perokok anak, dan penerimaan negara dinilai tidak akan efektif jika sistem dan struktur tarif cukai yang berlaku saat ini masih dipertahankan.
 
Pasalnya, sistem cukai di Indonesia masih kompleks dan batasan produksi yang menjadi dasar penggolongan tarif masih dapat disalahgunakan.
 

Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan struktur tarif cukai yang terdiri dari banyak layer masih terlalu kompleks, yang mengakibatkan harga rokok tetap murah. Apalagi perusahaan dapat turun golongan sehingga membayar cukai lebih murah.
 
“Di antara layer-layer itu, ada perbedaan tarif cukai dan perbedaan batas-batas produksi yang bisa diakali oleh industri. Perusahaan dapat turun kelas atau turun golongan dengan memproduksi rokok dengan jumlah produksi yang masuk pada strata yang lebih rendah tarif cukainya,” kata dia kepada wartawan, Kamis, 30 Juni 2022.
 
Ia menyebut gap antara golongan 1 dan golongan 2 juga sangat tinggi sehingga industri dapat mengakali dengan turun kelas produksinya. Oleh karena itu, produksi kelas 1 bisa turun ke kelas 2 karena tarif cukai antara Golongan 1 dan 2  juga berbeda signifikan yang membuat negara justru dirugikan.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Fenomena penurunan golongan ini yang makin memperparah downtrading, dimana perokok beralih ke rokok yang lebih murah. Kondisi ini menyebabkan target menurunkan prevalensi perokok anak tidak tercapai. Pengaturan batasan produksi ini longgar. Peraturannya masih memberi kesempatan pada industri untuk bisa turun ke golongan 2 dengan melakukan pembatasan produksi,” ujarnya.
 
Agus khawatir jika pengaturan batasan produksi saat ini masih dipertahankan, konsumen akan makin terdorong memilih rokok murah yang cukainya lebih rendah. Penurunan prevalensi perokok anak dan pengendalian konsumsi tembakau sesuai RPJMN 2020-2024 akan sulit tercapai. Artinya, batasan produksi tiga miliar batang sebagai penentu golongan 1 dan golongan 2 menimbulkan kerugian dari berbagai sisi.
 
“YLKI mengapresiasi langkah pemerintah dalam terus memperbaiki efektivitas struktur cukai, termasuk lewat simplifikasi layer cukai dari 10 menjadi delapan layer di tahun ini. Cara-cara menghentikan downtrading dapat dilakukan, tetapi kami mendorong pemerintah untuk menyederhanakan layer tarif cukai,” ungkap dia.
 
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu sebelumnya mengatakan pihaknya bersama Bea Cukai telah membahas fenomena downtrading dan pabrikan yang turun golongan. Febrio mengatakan, pihaknya telah mendiskusikan cara untuk mengatasinya.
 
“Kemarin kita bahas dan itu sudah ada caranya nanti untuk memastikan misalnya perusahaan pindah ke layer bawah begitu. Itu sudah ada cara teknisnya,” katanya kepada media saat ditemui di DPR RI.
 
Pasalnya, angka batasan produksi saat ini juga memicu lebarnya jarak tarif antar golongan perusahaan rokok. Hal inilah yang menjadi pemicu banyaknya variasi harga rokok di pasaran sehingga konsumsi rokok tetap tinggi. Untuk itu, pemerintah tengah memikirkan cara agar fenomena ini bisa diatasi.
 
“Kami memikirkan cara untuk mengatasi fenomena penurunan golongan pada perusahaan rokok. Itu (batasan produksi) masih tetap ada, cuma ada cara yang lebih teknis bagaimana caranya agar peraturan yang ada itu tidak disalahgunakan. Jadi kita siapkan bagaimana supaya penerimaannya tidak turun,” pungkas dia.
 

(SAW)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.