media-nasional.com – Setiap orang tentu ingin memperkaya dirinya, salah satunya dengan berinvestasi. Namun dewasa ini semakin banyak masyarakat yang menjadi korban investasi bodong.

Untuk itu, Anda perlu waspada dan mengenal ciri-ciri investasi bodong agar tidak ketipu.

Rubrik Finansialku

Investasi Bodong Mengintai Banyak Korban

Masih ingat dengan kasus investasi ilegal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Grup?

Salman Nuryanto, sosok dibalik kasus ini, berhasil menyedot perhatian publik pada 2016. Mantan tukang bubur ayam ini jadi orang paling dicari setelah kasusnya terbongkar.

Lewat video berjudul “Hebat! Pengakuan Bos Pandawa Mantan Tukang Bubur Lulusan SD Yang Sukses Tipu Lulusan Sarjana” yang diunggah pada akhir Februari 2017, Salman menceritakan sekilas awal didirikannya KSP Pandawa Mandiri Grup di Depok, Jawa Barat.

Dengan modal sebesar Rp10 juta yang ia dapatkan dari pinjaman koperasi, Salman bertekad untuk mendirikan koperasi sendiri.

Seperti yang dikutip dari Tirto.id, Senin (12/3/18), mantan tukang bubur ini mengungkapkan, ia meminjamkan modalnya tersebut kepada para pedagang:

“Kalau dulu, pinjemin pedagang itu Rp1 juta. Setelah 30 hari, kami dapat Rp1,2 juta. Jadi kalau yang nitip ke saya Rp1 juta, berarti Rp100.000 itu untuk nitip modal (10 persen), dan Rp100.000 lagi untuk saya dan karyawan.”

Dengan imbal hasil 10 persen per bulan, jumlah sebesar itu memang sangat menggiurkan.

Banyak orang tergoda, sontak jumlah nasabah dan nilai modal yang dititipkan di KSP Pandawa Mandiri Grup pun semakin hari semakin menumpuk.

Setelah koperasi tumbuh semakin besar, uang nasabah bukannya disalurkan untuk kredit usaha, justru dipakai untuk aset kepentingan pribadi, seperti membeli rumah, tanah, hingga mobil pribadi.

Pada akhirnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan Koperasi Pandawa pada 11 November 2016.

Perusahaan itu dinyatakan masuk dalam daftar entitas investasi ilegal dan berpotensi merugikan masyarakat.

Tidak hanya Salman, banyak sekali cerita investasi bodong atau ilegal yang ada di Indonesia.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah bodong mengalami penyimpangan makna dari ‘pusar yang tersembul’ menjadi istilah untuk menyebutkan barang yang tidak jelas kepemilikannya.

Tidak main-main, kerugian yang ditimbulkan dari investasi bodong bernilai cukup fantastis.

Dalam 10 tahun terakhir saja, OJK mencatat nilai kerugian dari investasi bodong mencapai Rp106 triliun.

Saperti parasut yang sulit dibasmi, itulah keadaan investasi bodong di Indonesia.

Meski banyak kasus yang terungkap, investasi bodong baru kerap muncul kembali. Apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini, besar kemungkinan jumlah investasi bodong semakin menjamur.

Berdasarkan daftar investasi yang dipublikasikan OJK, temuan investasi bodong sejak 2016 sampai dengan 2018 mengalami tren menurun.

[Baca Juga: Waspadai 57 Tawaran Investasi Ini!]

Pada 2016, OJK mencatat ada 72 investasi bodong yang berhasil diungkap. Dan pada tahun berikutnya, temuan investasi bodong oleh OJK itu menurun 29 persen menjadi sebanyak 57 kasus investasi bodong.

Namun, pada tahun 2018, temuan OJK diprediksi meningkat. Pasalnya, sepanjang Januari 2018 saja sudah ditemukan 21 kasus investasi bodong.

Baru-baru ini terkuak kasus proyek perumahan bodong yang merugikan ratusan konsumen.

Perusahaan ini menamai dirinya Syna Group. Belum ada data pasti total kerugian proyek perumahan bodong ini. Namun yang pasti lebih dari Rp15 miliar.

Salah satu konsumen perumahan bodong Syna Group, Sendy, memaparkan bahwa korban investasi bodong Syna Group mencapai ratusan orang:

“Kurang lebih ada 200-an konsumen yang menjadi korban Syna Group. Dari data kerugian yang masuk ke pelaporan ada sekitar Rp17 M, dan itu belum semua melaporkan.”

Prediksi di atas juga disetujui oleh Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing. Ia memperkirakan investasi bodong akan semakin marak terjadi di tengah-tengah masyarakat:

“Apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi, investasi bodong itu akan semakin marak ke depannya, karena orang makin mudah menawarkan investasi ilegal.”

Satgas yang menangani dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi ini berada di bawah OJK dan beranggotakan 13 kementerian/lembaga.

Kementerian yang tergabung adalah Kementerian Perdagangan (Kemenper), Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Kementerian Agama (Kemenag).

Sementara untuk lembaga lain yang tergabung dalam satgas ini adalah kejaksaan, kepolisian, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Menurut Satgas Waspada Investasi, ancaman investasi bodong bisa berkurang bila masyarakat jeli. Pasalnya investasi bodong cukup mudah terdeteksi, salah satunya dari aspek iming-iming imbal hasil yang tak wajar dibandingkan imbal hasil investasi konvensional seperti emas, saham, reksa dana, dan lainnya.

Kenali Ciri-ciri Investasi Bodong Sejak Dini

Bukan suatu hal yang susah untuk memastikan sebuah investasi bodong atau tidak.

Pertama, investasi bodong tidak akan memiliki izin usaha dari OJK.

Kedua, imbal hasil yang ditawarkan sangat tinggi ketimbang yang ditawarkan pasar.

Tongam mengimbau masyarakat untuk memerhatikan dua poin di atas, karena hanya dari dua indikator tersebut masyarakat bisa langsung menilai keamanan suatu investasi:

“Untuk itulah, ketika akan berinvestasi selalu ingat 2L (Legal dan Logis). Apabila jargon ini dapat selalu diperhatikan nasabah, maka sebenarnya investasi-investasi bodong itu akan mati dengan sendirinya.”

Kendati demikian, kondisi di lapangan justru berbeda, masih banyak masyarakat Indonesia yang tertarik dengan iming-iming keuntungan besar yang diberikan investasi bodong.

Selain warga dengan tingkat literasi keuangan yang rendah, warga dengan tingkat literasi keuangan tinggi pun mudah tergoda.

Kasus KSP Pandawa Mandiri Grup di Depok, Jawa Barat adalah contohnya. Catatan Tongam, sebanyak 75 persen dari nasabah KSP Pandawa Mandiri Grup sebenarnya memiliki tingkat literasi keuangan yang cukup, dan mengetahui risiko dari suatu investasi.

Namun nyatanya, masih saja ada yang menjadi korban dari investasi bodong.

Bisa dibilang, keinginan orang untuk mendapatkan keuntungan cenderung membuat masyarakat tidak bisa berpikir rasional.

Apalagi, jika ada teman dan keluarga yang mendapatkan imbal hasil dari investasi tersebut.

Dari awalnya skeptis, lama-lama tergoda juga karena ada bukti di awal. Siklus ini pun akan terus berulang.

[Baca Juga: Ketahui Jenis-jenis Investasi yang Umum Diburu oleh Masyarakat Indonesia]

Kasus lain yang tak kalah heboh adalah kasus travel haji dan umrah, First Travel. Saat ini, pengadilan masih mendengarkan keterangan saksi.

Terdakwa kasus dugaan penipuan First Travel di antaranya Direktur Utama Andika Surachman, Direktur Anniesa Hasibuan dan Direktur Keuangan Kiki Hasibuan.

Selain kasus Pandawa Grup Depok, Syna Group, dan First Travel, sebanyak 10 entitas penawar investasi bodong lainnya juga sedang diusut kepolisian, yakni PT Cakrabuana Sukses Indonesia, Dream For Freedom, dan PT Compact Sejahtera Group.

Juga ada UN Swissindo, PT Crown Indonesia Makmur, PT Inti Benua Indonesia, Royal Sugar Company, Talk Fusion, PT MI One Global Indonesia, dan Wein Group Kupang.

Cara Menghindari Investasi Bodong

Untuk menghindari tipu-tipu dari tawaran investasi bodong cukup mudah, tapi seringkali cara ini malas dilakukan oleh nasabah. Memang seperti apa caranya?

Salah satu cara yang paling mujarab adalah dengan bertanya ke OJK.

OJK merupakan otoritas pemerintah yang mengeluarkan izin usaha terhadap suatu entitas yang memiliki kegiatan menghimpun dana.

Apabila tidak mendapatkan izin dari OJK, sudah dipastikan investasi itu adalah ilegal alias bodong.

Cara ini juga telah diserukan oleh banyak pihak, salah satunya Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Sriwidjaja Rauf:

“Jangan sungkan untuk tanyakan langsung ke OJK. Di pasar modal, produk investasi harus punya izin dari OJK. Calon investor harus berani menanyakan legalitas itu.”

Selain izin dari OJK, calon investor harus mau memahami dan mempelajari produk investasi yang akan dibeli. Ingat, semakin tinggi imbal hasil yang ditawarkan, maka semakin tinggi pula risikonya.

Biasanya, investasi-investasi bodong itu menawarkan imbal hasil yang tinggi, namun dengan tingkat risiko yang rendah.

Apabila ditawarkan produk investasi seperti itu, maka sebaiknya calon investor mencari produk investasi lainnya.

Terakhir, investor juga jangan menerapkan strategi menyimpan telur dalam satu kerajang.

Artinya, ketika berinvestasi, investor jangan menyimpan dananya di satu produk investasi saja.

Lebih baik, dana tersebut disebar juga ke produk investasi lainnya guna meminimalkan risiko.

Dalam hal ini, OJK selaku pemegang otoritas wajib untuk selalu memberikan edukasi mengenai literasi keuangan kepada masyarakat. Tak hanya itu, warga pun harus peka dengan lingkungan sekitar.

Jika memang melihat ada praktik dan penawaran investasi yang mencurigakan, Anda sebagai masyarakat yang peduli, bisa langsung melaporkannya ke otoritas.

Setiap investasi memang punya risiko, tapi sampai tertipu investasi bodong adalah sesuatu yang konyol.

Apakah informasi ini berguna bagi Anda? Jangan lupa bagikan artikel ini kepada rekan-rekan Anda agar mereka juga waspada akan ancaman investasi bodong.

Sumber Referensi:

    Ringkang Gumiwang. 12 Maret 2018. Investasi Bodong Masih Jadi Penyakit di Masyarakat. Tirto.id – https://goo.gl/5u5U92

Sumber Gambar:

    Investasi Bodong – https://goo.gl/dcKKwh

    Investasi Bodong 2 – https://goo.gl/o5M8CH

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula