Merdeka.com – Kasus baku tembak polisi dengan polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, membuat beberapa pihak mendesak agar Ferdy dinonaktifkan dari posisinya. Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menilai tuntutan itu tidak mendasar dan aneh.

“Tuntutan beberapa pihak agar Polri menonaktifkan Ferdy Sambo sangat aneh. Beberapa alasan yang disebutkan seperti lokus delikti atau tempat kejadian yang berada di rumahnya, atau untuk menemukan kejelasan motif sangat tidak relevan dan sangat tidak argumentatif,” kata Habib dalam keterangannya, Sabtu (16/7).

Menurut Habib tidak ada hubungan antara tempat kejadian dan motif pelaku kejadian menjadi dasar penonaktifan Sambo.

“Apa hubungannya lokus delikti dan motif pelaku penembakan dengan jabatan Irjen Sambo? enggak nyambung banget dan tidak ada dasar hukum apapun,” terang Habib.

Habib justru menilai penonaktifan Ferdi Sambo akan memperumit masalah. “Justru akan timbul asumsi liar terhadap jalannya penyelidikan, padahal dalam kasus pidana yang dicari adalah kebenaran materiil tidak boleh terpengaruh asumsi apapun. Lagipula penyelidikan perkara ini khan dilakukan oleh tim khusus bukan okeh Divpropam,” pungkas dia.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menyatakan, kasus baku tembak polisi dengan polisi di kediaman Sambo diwarnai banyak kejanggalan.

Pertama adalah olah TKP yang dilakukan tertutup alias tidak transparan. “Olah TKP harusnya terbuka dan harusnya segera dilakukan dan disampaikan kepada masyarakat. Saat olah TKP kenapa pers tidak diundang kan perwakilan kita pers,” kata Trimedya saat dikonfirmasi, Rabu (13/7).

Kedua, Trimedya menyebut hasil autopsi harusnya disampaikan pada keluarga. Ia mengingatkan hak keluarga harus diperhatikan dan jangan orang yang telah meninggal mendapat fitnah.

“Hasil autopsi kan harus dibagikan ke keluarga, ke masyarakat, hak-hak keluarga juga harus diperhatikan. Orang itu meninggal jangan difitnah lagi, apa benar dia mau menodong senjata?” lanjutnya.

“Biarlah dia menghadap Tuhan dengan baik tenang dan hak keluarga jangan diabaikan. Haknya keluarga untuk tahu penyebab kematiannya,” sambungnya.

Politikus PDIP itu menyebut keterangan polisi terkait kronologi juga janggal, sebab apabila baku tembak seharusnya kedua pihak, bukan hanya salah satu yang terkena peluru.

“Saya dengar yang tembak baru empat tahun jadi polisi, masa dia lebih jago nembak dari Yosep, masa tembak-tembakan si Yosep enggak ada yang kena itu kan kejanggalan juga kan,” kata dia.

Terpisah, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Albertus Wahyurudhanto mengakui adanya desakan publik agar Sambo dinonaktifkan sementara, untuk penyelidikan peristiwa baku tembak yang melibatkan Brigadir J dan Barada E di rumah dinasnya. Namun, keputusan tetap ada di tangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

“Ada memang desakan dari publik untuk sementara Kadiv Propam di nonaktifkan, karena beliau juga akan menjadi saksi,” kata dia saat ditemui di Mapolda Bali, Rabu (13/7).

“Maka yang dilakukan oleh Kompolnas juga sudah memberikan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan plus minusnya, tetapi keputusan untuk menonaktifkan itu ada di Kapolri, kami hanya bisa memberikan masukan,” imbuhnya.

Reporter: Delvira Hutabarat

Baca juga:
Irwasum Batal Gelar Anev Insiden Baku Tembak Anak Buah Irjen Sambo
Dipimpin Irwasum, Timsus Insiden Baku Tembak Anak Buah Irjen Sambo Gelar Anev
Intimidasi Jurnalis di Tengah Janji Transparansi Polri
DPR Dorong Kasus Polisi Intimidasi Wartawan saat Liput Rumah Kadiv Propam Diusut
Begini Cara Kerja Komnas HAM Usut Kasus Polisi Tembak Polisi di Rumah Kadiv Propam
Polri Jawab Keraguan Keluarga Brigadir J


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.