Merdeka.com – Bareskrim Polri menemukan adanya aliran dana yang masuk ke kantong pribadi para pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menerangkan, berdasarkan hasil penyelidikan ACT mengelola beberapa dana sosial/CSR dari perusahaan serta donasi dari masyarakat.

“Di antaranya donasi masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi Institusi/kelembagaan non korporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas dan donasi dari anggota lembaga,” kata Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/7).

Ramadhan menerangkan, donasi yang terkumpul setiap bulan sekira Rp60.000.000.000. Dari jumlah itu, pihak yayasan memotong sekitar 10 persen sampai 20 persen.

Menurut pengakuan pengurus, uangnya digunakan untuk keperluan pembayaran gaji pengurus, dan seluruh karyawan. Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut.

“Jadi langsung dipangkas oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar 10%-20% (Rp6.000.000.000 – Rp12.000.000.000),” ujar dia.

Ramadhan menerangkan, ACT resmi diluncurkan sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan pada tanggal 15 April 2005 dengan pendirinya atas nama Ahyuddin.

Seiring berjalannya waktu, ACT memperluas karya dan mengembangkan aktivitasnya mulai dari kegiatan tanggap darurat, program pemulihan pasca bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat dan wakaf.

Belakangan ramai, para pengurus ACT diduga menyelewengkan dana yang dikelola.
“Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta sdr Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR,” ujar dia.

Adapun, atas perbuatannya dipersangkakan melanggar Pasal 372 KUHP dan atau; Pasal 374 KUHP dan atau; Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau; Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau; Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Ancaman Pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,” ujar dia.

Reporter: Ady Anugrahadi/Liputan6.com

[eko]