media-nasional.com – Freelancer menjadi salah satu pekerjaan idaman bagi kebanyakan orang saat ini. Namun di balik semua itu, profesi tersebut belum mendapatkan perlindungan hukum yang kuat sehingga freelancer kerap kali menderita.

Padahal, di era yang serba digital saat ini banyak sekali freelancer yang muncul dengan mengerjakan berbagai proyek dari industri-industri kreatif maupun perusahaan besar.

Sayangnya, keberadaan freelancer kerap kali dipandang sebelah mata oleh banyak orang dan juga bahkan oleh klien mereka sendiri.

Lantas sebenarnya bagaimana sih perlindungan hukum freelancer? Berikut Glints akan menjelaskannya secara detail.

Bagaimana Perlindungan Hukum Freelancer?

© Freepik

Sebenarnya, tak ada aturan yang benar-benar spesifik tentang perlindungan hukum para freelancer.

Dalam Undang-Undang (UU) No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Dalam hal ini perjanjian kerja dibagi dalam dua bagian, yaitu perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tidak tertenu (PKWTT).

Dilansir dari Hukum Online, ketentuan mengenai PKWT diatur dalam UUK dari Pasal 56 s.d Pasal 59, yang mana di bagian akhir dari pasal 59 yaitu pada ayat (8) disebutkan bahwa:

“Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri“.

Ketentuan tersebut akhirnya mendasari terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No.100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Kepmen tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK mengenai PKWT yang di dalamnya juga mengatur tentang Perjanjian Kerja Harian Lepas.

Dengan begitu, Perjanjian Kerja Harian Lepas (freelancer) menurut Kepmen masuk ke dalam bagian PKWT. Kamu juga bisa melihat di Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No.100 Tahun 2004.

Akan tetapi, ada beberapa hal dari perjanjian freelancer yang berbeda dari beberapa ketentuan umum PKWT, di mana dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas dimuat beberapa syarat antara lain:

    perjanjian freelancer dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah yang didasarkan pada kehadiran

    perjanjian freelancer dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan

    dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian freelancer berubah menjadi PKWTT

Jadi dari beberapa poin di atas, apabila kamu sebagai seorang freelancer bekerja selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka statusmu bisa berubah menjadi PKWTT, bukan lagi PKWT.

Berapa Upah Freelancer?

© Freepik

Berbicara perlindungan hukum, maka penting pula untuk membicarakan upah freelancer.

Upah freelancer bermacam-macam, tergantung apa yang sedang ia kerjakan. Hal ini disebutkan di dalam Kepmen No.100 Tahun 2004, Pasal 10 ayat 1, yang berbunyi:

“Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas”.

Melihat dari Pasal tersebut bisa dibilang bahwa upah dari freelancer bergantung atau didasarkan pada jumlah atau volume pekerjaan yang telah ia selesaikan dalam satu hari.

Misalkan kamu bekerja sebagai seorang freelance content writer dan pada satu hari kamu mengerjakan 3 artikel. Maka upah yang akan kamu terima adalah bayaran 3 artikel tersebut yang nominalnya sudah sesuai kesepakatan di awal.

Tips Perlindungan Pekerja Freelance

© Freepik

Jika merujuk pada peraturan-peraturan di atas, sejauh ini memang belum ada peraturan spesifik yang menjadi perlindungan hukum bagi para freelancer.

Saat ini, berbagai pihak tengah mengusahakan agar peraturan yang ada tak hanya terbatas pada Keputusan Menteri saja, tetapi pada payung hukum yang lebih kuat.

Di tengah kondisi semacam ini, sebenarnya ada langkah khusus yang bisa dilakukan freelancer agar bisa memiliki perlindungan yang lebih baik. Langkah-langkah tersebut di antaranya:

1. Perjanjian kerja yang jelas

Sebagaimana pekerjaan pada umumnya, perjanjian atau kontrak kerja merupakan hal yang penting sebelum mulai bekerja.

Pastikan bahwa perjanjian kerja ini memiliki kejelasan sejak awal. Perhatikan detail-detail seperti nama dan alamat pemberi kerja, jenis pekerjaan, besaran upah, dan hak serta kewajiban termasuk soal fasilitas.

2. Pastikan jadwal dan cara pembayaran

Sudah menjadi rahasia umum bahwa masalah pembayaran kerap menjadi masalah para pekerja freelance. Oleh karena itu, kejelasan soal jadwal dan cara pembayaran harus diatur sejak awal dalam perjanjian kerja.

Pihak pekerja dan pemberi kerja harus bisa menyepakati jadwal pembayaran upah sejak jauh hari. Tak hanya itu, tentukan pula metode pembayaran agar tak terjadi kebingungan di kemudian hari.

3. Atur deadline dan timeline kerja

Hal penting lain untuk diperhatikan agar freelancer mendapat perlindungan hukum adalah soal deadline dan timeline. Hal ini memiliki manfaat untuk kedua belah pihak.

Khusus untuk pekerja, pengaturan ini dapat membantu agar pemberi kerja tak memberikan pekerjaan secara tiba-tiba.

4. Hak cipta dan hak kepemilikan karya

Jangan lupakan pula soal hak cipta dan kepemilikan karya dari freelancer. Sejak awal, pihak pemberi kerja dan pekerja harus bisa menentukan perjanjian soal hal ini.

Hal tersebut diperlukan agar para freelancer bisa mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum soal penggunaan karya di masa depan.

Itu dia perlindungan hukum terhadap freelancer serta sebuah kasus yang memperlihatkan bagaimana freelancer mempunyai kekuatan di dalam hukum. Intinya, jangan takut untuk maju jika kamu benar.

Bagaimana menurutmu? Jika ingin bertanya langsung terkait freelancer ataupun dunia kerja kamu bisa lho langsung gabung ke Glints komunitas dan langsung bertanya ke sesama pengguna atau bahkan profesional.

Caranya bagaimana? Yuk segera sign up sekarang!

Sumber

    Undang-Undang (UU) No.13 Tahun 2003

    Aturan tentang Pekerja Harian Lepas