Meratus line diduga mengulur waktu untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang senilai Rp 50 miliar

JAKARTA, JITUNEWS.COM — Kasus penggelapan BBM berbuntut panjang, PT Meratus Line harus membayar kewajiban utang kepada PT Bahana Line senilai Rp 50 miliar.

PT Bahana Line menyesalkan tindakan dari PT Meratus Line yang hingga kini terus mengulur waktu untuk memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan putusan Pengadilan Niaga.

Indikasi adanya upaya untuk menunda atau mengulur-ulur kewajiban pembayaran ini terlihat dari tidak jelasnya proposal yang masuk pada pihak Bahana Line melalui Pengurus dan Hakim Pengawas.

Peluang Ekspor Akar Gingseng Jepang (Gobo) Terbuka Lebar

Seperti diketahui, Bahana Line adalah Agen Nasional yang menjual bahan bakar minyak (BBM) Solar Pertamina. Perusahaan yang menjual dan mengangkut BBM HSD (Solar) untuk kapal-kapal milik PT Meratus Line.

Namun karena pembelian tersebut sudah lama belum dibayar, pihak Meratus Line sehingga Bahana kemudian mengajukan Permohonan Pailit Meratus lewat PKPU.

“Hingga kini kami masih menunggu itikad baik dari PT Meratus Line terkait  pembayaran utang Rp 50 miliar. Dimana   sesuai putusan PKPU, pembayaran utang itu untuk PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line. Jadi proposal yang disampaikan harus jelas dan tidak mengada-ada,” kata Kuasa Hukum PT Bahana Line, Syaiful Ma’arif kepada wartawan, dikutip dari Antara Jatim, Sabtu 15 Oktober 2022.

Menurut Syaiful, upaya mengulur waktu terlihat dari adanya permohonan PT Meratus Line yang memohon agar mengubah proses PKPU-Sementara menjadi PKPU-Tetap selama 120 hari dengan putusan Nomor 26/PDT.SUS-PKPU/2022/PN NIAGA SBY tertanggal 14 Juli 2022.

“Dan hasilnya, hakim memutuskan Meratus dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) TETAP selama 120 hari. Padahal permintaan Bahana Lines sederhana saja, silahkan bawa proposal yang diminta Bahana, yaitu ya dibayar utangnya,” tuturnya.

Selain itu, kata Syaiful, hingga saat ini pihak Meratus juga masih mempersoalkan masalah perkara pidana dan perdata yang masih berjalan. Padahal, dalam putusan Pengadilan Niaga, kedua hal tersebut sudah dikesampingkan karena dianggap sebagai dua hal yang berbeda.

“Sekali lagi saya tegaskan, utang tetap harus dibayar. Ini sudah merupakan putusan pengadilan niaga,” tegasnya.

Namun, kata dia, Meratus hingga kini tidak menunjukkan itikad baik untuk melaksanakan putusan PKPU-Sementara di Pengadilan Niaga dengan nomor: 26/PDT.SUS-PKPU/2022/PN NIAGA SBY tertanggal 30 Mei 2022. Dimana, dalam putusan itu disebutkan jika PT Meratus Line dalam keadaan PKPU Sementara selama 45 hari.

“Tapi putusan itu tidak dipatuhi oleh PT Meratus Line sehingga meningkat menjadi putusan PKPU Tetap,” ujarnya.

Selain itu, PT Bahana Line juga telah melaporkan pihak Meratus kepada hakim pengawas. Laporan terhadap Meratus tersebut karena Bahana Line keberatan atas penunjukkan kantor akuntan publik “Buntar dan Lisawati” yang melakukan penghitungan kerugian PT Meratus Line tertanggal 12 September 2022.

“Penunjukkan kantor Akuntan Publik itu tanpa ada pemberitahuan atau persetujuan dari pengurus PT Meratus Line dalam PKPU. Selain itu, laporan akuntan publik itu dibuat tanpa persetujuan dan atau melibatkan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line sebagai pihak terkait,” cetusnya.

Dalam surat laporan keberatan dengan nomor 158/SKB-SM&P/Ex/X/2022 itu, PT Bahana Line memohon pada hakim agar proses PKPU PT Meratus Line (Dalam PKPU) diakhiri dan menyatakan PT Meratus Line (Dalam PKPU) pailit dengan segala akibat hukumnya.

Karena PT Meratus Line (Dalam PKPU) nyata telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya.

Sebelumnya, PT Bahana Line dan Bahana Ocean Line juga telah mendesak penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur menyita kapal-kapal milik PT Meratus Line atas dugaan penggelapan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar.

Syaiful menjelaskan, permintaan penyitaan terhadap kapal-kapal milik PT Meratus Line tidak lepas dari locus delictie atau tempat kejadian perkara (TKP) penipuan dan penggelapan BBM tersebut.

“Kami dari PT Bahana Line dan Bahana Ocean Line mendesak penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk menyita kapal-kapal milik PT Meratus Line dalam perkara ini,” ujar Syaiful.  

“Para pelaku penipuan dan penggelapan itu adalah para karyawan PT Meratus Line,” sambungnya.

Perkara ini dilaporkan ke Polda Jatim pada 9 Februari 2022 oleh Direktur Utama PT Meratus Line Slamet Rahardjo. Terlapornya Edy Setyawan (ES) dan kawan-kawan yang juga karyawan PT Meratus Line.

Mereka dilaporkan atas dugaan tindak pidana penipuan dan/ atau penggelapan dan/ atau penggelapan dalam jabatan juncto turut serta dan/ atau pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378, 372 dan 374 juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan/ atau Pasal 3, 4, 5 Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 8 Tahun 2010.

Dalam laporan tersebut, dugaan aksi penggelapan BBM yang seharusnya diisi ke kapal-kapal PT Meratus berlangsung sejak 2015 hingga Januari 2022.

“Kasus ini bermula dari peristiwa kapal PT Meratus sehingga menjadi aneh kalau hanya kapal PT Bahana disita tetapi kapal PT Meratus tidak disita. Padahal Itu diakui sendiri oleh PT Meratus di internal audit yang mereka buat,” ungkap Syaiful.  

Polda Jatim telah menetapkan 17 tersangka, termasuk ES yang tercatat sebagai karyawan outsourcing PT Meratus Line di bawah PT Mirsan Indonesia.

Modusnya, PT Meratus memesan solar kepada PT Bahana sejak 2018 hingga 2020.

Namun, volume solar yang diterima Meratus kurang dari pesanan yang disepakati.

Selisih solar yang tidak diterima Meratus inilah yang kemudian diduga digelapkan para tersangka.

Melon Granat, Primadona Baru Buah Melon?


Artikel ini bersumber dari www.jitunews.com.