media-nasional.com – Pemerintah Tiongkok dikabarkan mendukung pembangunan kota blockchain di jalur perkapalan Selat Malaka, Malaysia. Pengembangan tersebut diumumkan melalui siaran pers pada Jumat (26/04).
Perusahaan konstruksi asal Tiongkok China, Wuyi dan jaringan investasi SWT International Sdn Bhd bermitra dan meluncurkan proyek didukung pemerintah Tiongkok tersebut yang bertujuan mengembangkan kota Melaka menjadi kota blockchain bernama Melaka Straits City. Pendiri proyek ini ingin menggalang dana US$120 juta untuk tahap pertama.
Melaka Straits City akan dibangun di atas lahan reklamasi seluas 635 hektar, di mana akan didirikan hotel-hotel mewah, 100 vila dengan pemandangan laut dan akses pribadi ke pantai akan dibangun sepanjang garis pantai, serta 200 hektar area laut akan dibangun vila kecil dan fasilitas rekreasi air.
Kota blockchain itu diniatkan untuk menjadi tujuan wisata nomor satu di Malaysia. Kementerian Pariwisata Tiongkok memperkirakan akan ada 3 juta turis setiap tahun yang datang ke kota tersebut.
Menurut siaran pers, keseluruhan infrastruktur kota tersebut akan berbasis teknologi blockchain, dengan sebuah platform DMI yang memiliki native token DMI coin. DMI akan digunakan untuk membayar layanan pemerintah dalam kota itu dan juga memiliki bursa yang memampukan turis Melaka Straits City menukar
“Perusahaan kami menggunakan teknologi blockchain mutakhir dan memadukannya ke industri tradisional untuk menjadikan Malaysia sebuah tujuan wisata kelas dunia. Kami menerima persetujuan pemerintah untuk meremediasi lahan ini dan kami sudah memiliki beberapa rencana bagus untuk wilayah ini,” kata Lim Keng Kai, CEO Wuyi.
Tiongkok memang sedang berusaha memperluas kehadirannya di wilayah Pasifik melalui investasi di beragam proyek infrastuktur di berbagai kota. Selama tujuh tahun terakhir, Tiongkok dikabarkan menggelontorkan pinjaman lunak senilai US$6 miliar dan bantuan lainnya kepada Port Moresby di Papua Nugini yang kaya akan sumber daya alam gas natural, mineral dan kayu.
Selain Malaysia, pada Juni 2018 lalu, Korea Selatan mengungkap rencana pendirian pusat blockchain di kota Busan yang mengambil inspirasi dari Crypto Valley di Zug, sebuah asosiasi mandiri yang didirikan untuk pengembangan kripto dan blockchain dengan dukungan pemerintah Swiss.
Ketua Asosiasi Konvergensi Keuangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Korea, Oh Jung-geun mengklaim Korea membutuhkan tempat untuk memusatkan industri kripto seperti Crypto Valley di Swiss.
Pada Februari 2019, Liberstad di Norwegia mengadopsi kripto asli (native cryptocurrency) bagi platform kota pintar berbasis blockchain besutannya sebagai alat tukar resmi. Liberstad, kota swatantra (autonomous government), didirikan pada tahun 2015 sebagai bagian proyek Libertania, yang menolak pajak dan regulasi pemerintah.
Proyek Melaka Straits City, Crypto Valley dan Liberstad menyusul laporan tren oleh International Data Corporation yang menyatakan pembelanjaan bagi pengembangan teknologi kota pintar akan bertumbuh hingga mencapai US$135 milyar pada tahun 2021. [cointelegraph.com/ed]