media-nasional.com – JAKARTA – Kendaraan elektrifikasi di Indonesia saat ini masih sebatas tren. Skala minat masyarakat masih sangat kecil dibanding model konvensional. Tentu masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Indonesia. Menurut Yuniadi Haksono Hartono selaku pengamat otomotif, terdapat berbagai cara untuk meningkatkan minat konsumen.

Cara-cara meningkatkan minat konsumen terhadap mobil elektrifikasi

Pertama melalui peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini bisa memberikan kebijakan yang lebih baik bagi perusahaan pembiayaan, sehingga menguntungkan kendaraan elektrifikasi. Sebagai informasi, saat ini masyarakat Indonesia lebih banyak memilih kredit dibanding tunai dalam pembelian kendaraan. Terdapat platform yang mumpuni di situ bagi kendaraan elektrifikasi untuk masuk.

Strategi yang dimaksud yakni lewat penyesuaian ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko). Di mana tingkat risiko pembelian kredit mobil listrik dapat diturunkan. Mengingat unit tersebut masih lebih mahal dari konvensional. Padahal sejatinya model transportasi tersebut memiliki benefit yang cukup besar. Ini harusnya dapat dirasakan langsung oleh konsumen.

“Menurut saya ini penting, yang namanya mobil listrik itu lebih mahal dari konvensional. Kalau misal dia beli mobil listrik dengan nyicil. Oke cicilan tiap bulan akan lebih dari konvensional. Tapi jangan lupa, dia juga dapat benefit. Biaya tiap bulan buat beli bensin misal 2 juta tiba-tiba jadi 200-300 ribu. Benefitnya terasa banget. Kalau dia nyicil 2,4 juta lebih mahal 4 ribu dari konvensional. Itu terkompensasi dengan tidak perlu bensin,” terang Yuniadi.

Tak hanya kemudahan pembelian melalui perusahaan pembiayaan, sektor lainnya seperti pajak turut berkontribusi. Semakin murahnya pajak tentu akan menjadi daya tarik bagi konsumen, sehingga mau beralih dari konvensional ke elektrifikasi.

Selanjutnya adalah pemerataan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Ini menjadi esensial lantaran saat ini aksesnya masih sangat kurang, masih terbatas di kota besar. Itu pun jumlahnya juga tak banyak. Solusinya adalah melempar ke investor sektor privat.

Melibatkan UMKM

Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang mempermudah atau mampu memberikan benefit lebih bagi para investor. Tak hanya pemain besar, tapi juga UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Yuniadi pun mencontohkan Thailand yang memiliki stasiun pengisian listrik lumayan banyak. Menariknya di sana sekitar 600-700 unit dikelola secara privat.

“Kalau sekarang kan masih punya merek si ini si itu. Jadi belum melebar. Mumpung kita masih early stage, kita harus mulai mengembangkan ekosistemnya. Bagaimana supaya charging station bisa dikembangkan jadi bisnis UMKM. Kalau masuk ke situ, penyebarannya bisa jadi lebih lebar. Seperti di Thailand, mereka memberikan kesempatan untuk UMKM,” ungkapnya.

Lebih lanjut peran UMKM maupun perusahaan besar tak hanya sebatas infrastruktur pendukung, tapi juga sektor produksi kendaraan elektrifikasi. Kembali lagi ke pemerintah, di mana perlu adanya perangkat aturan yang dapat menarik minat investor. Sehingga produksi kendaraan ramah lingkungan tak hanya sekadar impor atau merakit, tapi turut memanfaatkan produsen komponen lokal. Hal ini tentunya bakal mempengaruhi daya jual kendaraan elektrifikasi, di mana harganya bisa masuk ke tingkat kemampuan beli masyarakat saat ini. Kalaupun tidak, minimal kendaraan tersebut mampu menawarkan poin lebih dari kendaraan berbahan bakar minyak.

“Kita pertama mesti melihat kebijakan negara tetangga. Di mana sih letak kompetitif kita, bisa tidak perangkat aturannya bersaing dengan merek. Dalam arti inikan sebenarnya bukan konsumen saja, tapi siapa yang mau invest. Menurut saya perangkat aturan harus dibuat seramah mungkin. Sekarang kalau modelnya impor saja, tentu pajaknya mahal,” terangnya.

Salah satu komponen penting yang bisa dilokalkan adalah baterai. Ya, Indonesia sudah dikenal dunia memiliki sumber daya yang cukup untuk menghasilkan sebuah baterai untuk kendaraan elektrifikasi. Apabila mampu melokalkan komponen tersebut, Indonesia setidaknya bisa merealisasikan kendaraan elektrifikasi yang lebih ramah secara ekonomi terhadap konsumen. Di lain sisi, ini akan meningkatkan daya saing Indonesia di industri otomotif global.

Terlepas dari penguatan faktor-faktor yang menarik minat masyarakat di atas. Sebenarnya pengembangan kendaraan elektrifikasi juga perlu memperhatikan sektor lain yang tergabung di dalamnya. Mulai dari soal pembuangan limbah baterai hingga sumber daya listrik yang saat ini masih bertolak belakang dengan tujuan kendaraan elektrifikasi. Untuk pembahasan lebih lanjut bisa membacanya di artikel berikut. (MUHAMMAD HAFID/EK)