media-nasional.com – JAKARTA – Gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021 telah berakhir pada hari ini, Minggu (21/)11). Diselenggarakan sejak 11 November lalu yang diikuti oleh puluhan APM roda empat dan roda dua, APM kendaraan komersial serta produsen aksesoris kendaraan bermotor di negeri ini.
Ada satu hal penting yang perlu dicatat dalam perjalanan GIIAS selama 11 hari ini. Bertumbuhnya perkembangan kendaraan elektrifikasi di Indonesia, yang akhir-akhir ini mendapat sokongan kuat dari pemerintah. Misalnya telah melahirkan Peraturan Presiden (Perpres) No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Peraturan tersebut dirilis sebagai pembuka pintu gerbang menuju era kendaraan listrik.
Pemerintah juga telah melahirkan Peraturan Pemerintah (PP) No.73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Aturan mengatur perubahan tarif PPnBM, termasuk untuk kendaraan listrik dan kendaraan terelektrifikasi.
Pada Oktober 2021 juga sudah berlaku aturan tentang Carbon Tax alias CO2 Tax yang mendasarkan pemungutan pajak kendaraan berdasarkan emisi karbon yang dihasilkan. Rangkaian peraturan itu dikeluarkan untuk meningkatkan populasi kendaraan elektrifikasi di Indonesia dan mempermudah masyarakat di dalam mengakses kendaraan itu baik dengan cara memiliki lewat jalur pembelian dan lain-lain.
Menanggapi hal tersebut, pengamat otomotif Yuniadi Haksono Hartono kepada menyatakan bahwa mau tidak mau kita akan mengarah pada kendaraan elektrifikasi. Baik itu kendaraan yang mengombinasikan mesin pembakaran internal (ICE – internal combustion engine), plug-in hybrid atau pun kendaraan dengan tenaga listrik murni (BEV – battery electric vehicle).
Menurutnya, kendaraan elektrifikasi adalah sebuah keniscayaan karena penyebab utamanya adalah menipisnya bahan bakar minyak fosil di dunia. “Cadangan minyak dunia semakin menipis. Bahkan ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa minyak fosil itu akan habis pada tahun 2060 mendatang. Kita sudah rasakan bahwa harga minyak bumi sekarang semakin naik,” ujar pria yang pernah berkarier di dunia otomotif selama 28 tahun ini.
“Masalah yang kedua adalah kita juga sedang menghadapi masalah perubahan iklim. Jadi berdasarkan konvensi di Paris, negara-negara di dunia bersepakat untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 1,5 persen terhadap industri. Indonesia sendiri juga mempunyai komitmen pada saat konvensi di Paris untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030 mendatang. Atau 41 persen dengan bantuan internasional,” tambah pria yang pernah berkarier di PT General Motors Indonesia dan Mercedes-Benz Indonesia ini.
“Melihat perkembangan global yang semakin menguat pada elektrifikasi dan berimbas pada pasar nasional, kita harus berusaha untuk mencapai angka itu (29 persen). Dan sekarang ini kita sedang memasuki sebuah fase di mana kebutuhan akan kendaraan elektrifikasi, entah itu hybrid, PHEV atau pun murni listrik, sudah tidak terelakkan lagi,” imbuhnya.
Menurutnya, untuk mengarah pada pengurangan emisi itu, di dunia industri kendaraan bermotor nasional memang sudah tersedia ragam jenis kendaraan elektrifikasi. “Apapun jalan yang ditempuh mau secara bertahap dari hybrid dulu, atau langsung ke fase mobil listrik, silahkan saja. Namun, era elektrifikasi ini mau tidak mau harus kita hadapi. Fase ini akan menjadi sebuah keniscayaan bagi kita,” ucap pria alumnus sebuah universitas Jerman ini. (EKA ZULKARNAIN)