media-nasional.com

Rambu-rambu lalu lintas adalah cara paling praktis bagi pengelola jalan dan kepolisian memberi arahan kepada pengguna jalan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Perintah untuk dilakukan dan larangan untuk ditinggalkan. Misalnya rambu P di garis merah, artinya larangan parkir di tempat tersebut. Rambu lingkaran merah dengan garis kotak putih horizontal, artinya dilarang masuk. Bisa jadi karena itu jalan satu arah, atau itu bukan jalan untuk kendaraan bermotor.

Rambu-rambu lalu lintas untuk dipatuhi

Rambu-rambu lalu lintas adalah cara paling praktis bagi pengelola jalan dan polisi memberi arahan kepada pengguna jalan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Perintah untuk dilakukan dan larangan untuk ditinggalkan. Misalnya rambu P di garis merah, artinya larangan parkir di tempat tersebut. Rambu lingkaran merah dengan garis kotak putih horizontal, artinya dilarang masuk. Bisa jadi karena itu jalan satu arah, atau itu bukan jalan untuk kendaraan bermotor.

Bukan tanpa maksud, rambu-rambu dibuat demi menunjang keselamatan dan kenyamanan. Baik buat pengedara itu sendiri, para penumpang, pengguna jalan yang lain, serta orang yang berada di lokasi sekitar kendaraan.

Bagaimana jika polisi memerintah sebaliknya?

Terkadang di jalanan ada polisi pengatur lalu lintas mengintruksikan pengendara untuk melakukan sebaliknya, alias tidak sesuai rambu-rambu. Misal; saat lampu merah yang seharusnya berhenti polisi memerintahkan untuk jalan. Atau sebaliknya saat lampu hijau polisi memerintahkan untuk berhenti. Dan masih banyak lagi yang lain. Lantas siapa yang harus diikuti, rambu-rambu atau polisi?

Terkadang lalu lintas diatur dengan sistem tertentu dan tidak mengikuti rambu-rambu yang ada

Menurut Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, dalam situasi seperti itu yang harus diikuti adalah arahan polisi. Itu disebut hak dikresi. Polisi berhak melakukan pengaturan yang didasarkan atas penilaian pribadi mempertimbangkan kepentingan umum yang lebih prioritas.

“Dalam hal itu polisi menggunakan hak diskresinya untuk mengatur lalu lintas yang dianggapnya lebih bermanfaat,” tutur Jusri seperti dikutip dari Kompas.com, (31/12/2019).

Ada aturannya?

Mungkin ada yang bertanya, apa hal diskresi ada aturannya? Jawabannya ada, yaitu PERKAPOLRI No. 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

Pada Pasal 1 No. 10 disebutkan: “Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu adalah tindakan petugas dalam hal mengatur lalu lintas di jalan dengan menggunakan gerakan tangan, isyarat bunyi, isyarat cahaya dan alat bantu lainnya dalam keadaan tertentu.”

Lalu diperjelas lagi secara panjang pada BAB III Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan seterusnya. Pasal 4 menjelaskan tentang situasi-situasi yang membuat polisi berhak melakukan pengaturan lalu lintas berdasarkan penilaiannya sendiri. Misalnya perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional, ada pekerjaan jalan, ada kecelakaan lalu lintas, ada kegiatan olahraga, terjadi keadaan darurat antara lain kerusuhan massa, demonstrasi, bencana alam, kebakaran, dan adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas.

Lebih jelasnya berikut salinan Perkapolri No, 10 Tahun 2012:

Kesimpulan, kalau di jalanan ada polisi yang mengatur langsung kondisi lalu lintas, maka patuhi arahan polisi dan abaikan rambu-rambu.