media-nasional.com – Menanggapi semakin maraknya bisnis bursa kripto di Indonesia, Dimaz Ankaa Wijaya, pakar teknologi blockchain Universitas Monash, Australia mengatakan, pengelola bursa seharusnya bersikap netral terkait kripto yang diperdagangkannya.

“Pengelola bursa itu seharusnya netral, karena saat ini mereka menjadi komponen penting dalam industri kripto yang sedang berkembang dan memang didukung oleh pemerintah. Tak hanya di Indonesia, tetapi di negara lain. Netralitas itu ditunjukkan, salah satunya, tatkala menyaring mata uang kripto mana yang diperdagangkan. Mutu tidaklah kalah penting dibandingkan kuantitas, apalagi mengingat masyarakat Indonesia yang masih belum terdidik dengan baik soal blockchain dan kripto ini,” tegas Dimaz yang juga menanggapi pernyataan Oscar Darmawan, bahwa sebelum kripto yang diperdagangkan di Indodax harus disaring terlebih dahulu agar tak merugikan pengguna.

Melalui Telegram kepada Blockchainmedia, Dimaz juga mengatakan, apalagi saat ini kebanyakan kripto hanya dipakai sebagai alat mencari cuan. Mereka peduli setan dengan teknologinya.

“Global Social Chain (GSC), misalnya. Itu pengembangnya justru menyalin mentah-mentah teknologi Tron. Itu saja masih ada yang beli,” kata Dimaz.

Lanjut Dimaz, dalam keadaan sekarang ini, sebaiknya pengelola bursa kripto berperan lebih daripada sekadar platform jual-beli. Pendidikan dan dukungan terhadap industri kripto seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bisnis.

“Pengelola juga seharusnya memberikan pernyataan yang jelas pada saat ada konflik kepentingan antara pihak pengelola dan pengembang kripto. Konflik kepentingan ini bisa menimbulkan kerugian bagi pihak lain,” tegasnya.

Dimaz bahkan sangat menyarankan, bahwa mereka yang berkecimpung di bidang perdagangan kripto, tidak berpartisipasi dalam industri terkait proyek kripto lainnya. Ia mencontohkan, pengelola bursa tidak terlibat dalam sejumlah penyelengaraan ICO maupun endorsement produk tertentu, karena ini akan menghilangkan netralitasnya.

“Transparansi adalah kuncinya. Justru, masyarakat Indonesia harus dilindungi dari kripto-kripto baru, karena risikonya amatlah signifikan. Apalagi ICO,” tegas Dimaz. [vins]