media-nasional.com – Akhir April 2021 lalu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana menaikkan pajak atas keuntungan modal. Apa dan bagaimana dampaknya terhadap pasar aset kripto secara global?

OLEH: Mario BernardiPartner di Bullwhales.com

Menurut pemerintahan Joe Biden, rencana kenaikan pajak itu adalah untuk pendapatan dari setiap investasi yang sudah terealisasi.

Rencana kenaikan pajak dari 20 persen menjadi 39,6 persen itu “sukses” membuat bursa saham di AS dan pasar aset kripto global terkoreksi cukup dalam.

Pajak 39,6 persen itu pun masih ditambah dengan 3,8 peren untuk membiayai program Obamacare. Sehingga totalnya menjadi 43,4 persen.

Namun ini hanya berlaku bagi setiap orang yang menghasilkan keuntungan di atas US$1 juta.

Pajak pendapatan investasi ini dibebankan dengan persentase yang berbeda, sesuai di mana orang tersebut tinggal.

Bagi warga yang tinggal di negara bagian California dan New York, mereka harus membayar pajak dengan persentase tertinggi sebesar 56,7 persen dan 54,3 persen.

Untuk melihat perbedaan pada pajak, dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Namun berdasarkan kajian kami, hal ini tidak terlalu membebankan warga AS itu sendiri. Berdasarkan laporan dari Internal Revenue Service (IRS) dan United States Census Bureau pada tahun 2018, hanya 47 persen populasi yang taat membayar pajak.

Dari 47 persen tersebut, hanya 0,35 persen yang mempunyai penghasilan di atas 1 juta dollar.

Angka terbilang sangat kecil. Koreksi pada pasar sebelumnya, itu hanyalah panick selling gegara kabar rencana pajak baru itu.

Jual Atau Tahan?

Di AS, pajak untuk keuntungan dari investasi pun dibagi menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang.

Jangka pendek jika melepas investasi tersebut di bawah 12 bulan dan jangka panjang apabila menahannya lebih dari 12 bulan.

Pajak yang dikenakan pun dibagi lagi dengan status orang tersebut dan pendapatan yang didapatkan, dapat dilihat perbedaannya pada tabel di bawah ini.

Mungkin ada yang berpikir jika kita menahan aset investasi kita dan tidak pernah menjualnya, namun memakai aset investasi tersebut sebagai pembayaran, maka kita akan terhindari dari pajak.

Seperti contoh, membeli mobil Tesla menggunakan Bitcoin. Namun sayangnya, IRS tidak peduli akan hal itu.

Mereka akan tetap membebankan pajak keuntungan investasi jika tetap ada keuntungan dari aset investasi yang dipegang, meskipun tidak dijual untuk mendapatkan uang, melainkan untuk membeli produk lain.

Oleh karena itu, di zaman yang berkembang pesat ini, terdapat sistem peminjaman baik di pasar tradisional maupun pasar aset kripto.

Baik yang tersentralisasi maupun terdesentralisasi, di dunia aset kripto keduanya berkompetisi untuk mengeluarkan produk peminjaman mereka.

Terdapat banyak tempat bursa kripto yang mengeluarkan fitur itu bagi penggunanya, seperti Binance, FTX, Coinbase, dan lain sebagainya.

Relasi Investasi

Lalu apa hubungannya sistem peminjaman ini dengan pajak untuk keuntungan hasil investasi ini?

Kita ambil contoh, Elon Musk sebagai salah satu orang terkaya di dunia, si pemilik Tesla. Pada tahun 2020, Elon masih mengambil pinjaman dari bank besar Amerika seperti Morgan Stanley sebesar US$548 juta.

Dengan kekayaan sebesar US$40,5 milyar pada saat itu, mengapa dia masih perlu meminjam uang yang banyak?

Jawabannya adalah kekayaan dia sebagian besar berasal dari saham yang dia pegang di perusahaannya.

Elon Musk enggan menjual sahamnya, karena pajak yang dikenakan terlalu tinggi, bahkan ia tidak memberikan gaji dirinya sendiri sebagai CEO Tesla.

Hal ini dilakukan untuk menghindari pajak yang dikenakan dan untuk mencukupi kebutuhannya, maka dia pun mengajukan pinjaman dari bank dan memberikan sahamnya sebagai jaminan.

IRS pun tidak dapat mengenakan pajak untuk hasil keuntungan aset investasi, dikarenakan Elon Musk bertujuan untuk melakukan pinjaman, bukan menjual asetnya yang sebenarnya dia menjual asetnya namun tidak langsung untuk menghindari pajak.

Secara keseluruhan, memang akan sulit bagi rakyat AS memiliki kemampuan bertahan di dalam investasi mereka, sebab mayoritas tidak memiliki aset likuid dan kerap kali perlu mengeluarkan investasi mereka (baik terdapat laba maupun rugi) untuk membayar kebutuhan mereka.

Tetapi, dengan adanya kenaikan pajak dan infrastruktur serta ekosistem aset kripto yang semakin membaik ke depannya, orang-orang tersebut akan memiliki insentif lebih untuk menahan investasinya di kripto, dengan harapan suatu hari kripto dapat menjadi aset kolateral yang valid bagi institusi keuangan untuk mendapat pinjaman atau hal serupa.

Bursa Aset Kripto Seperti Bank

Banyak bursa aset kripto yang berinovasi, misalnya dengan menerbitkan “kartu kripto fisik” selayaknya kartu debit ataupun kartu kredit.

Untuk melakukan itu, Binance, FTX, Huobi dan OKEx bekerjasama dengan Visa dan Mastercard. Tujuannya agar lebih mudah ditransaksikan di jaringan perusahaan keuangan itu.

Ada juga bursa yang menerbitkan aset kripto mereka sendiri, selayaknya bank sentral.

Digunakan mirip dengan sistem point, kripto digunakan untuk rabat biaya trading, staking program seperti produk deposito dan banyak fungsi lain.

Namun, nilai transaksinya jauh lebih kecil dibandingkan bank pada umumnya, katakanlah dibandingkan JPMorgan untuk kuartal pertama tahun 2020 lalu.

Mari kita lihat pada tabel di bawah. Tiga bursa aset kripto terbesar di dunia berdasarkan nilai 3 aset kripto besar, yakni Bitcoin (BTC), Ether (ETH) dan Tether (USDT) pada akhir kuartal pertama tahun 2020.

Harga BTC saat itu sekitar US$6.440 dan ETH sebesar US$133,76.

Nilai Aset US$20 Milyar

Jika tren naik aset kripto saat ini terus berlanjut, kami memprakirakan Binance sendiri akan mengelola aset sebesar US$20 milyar, dari BTC dan ETH saja.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa pasar aset kripto maju sangat pesat, berkat inovasinya.

Adopsi oleh perusahaan besar, seperti Microstrategy, Tesla, JP Morgan, Nexon dan lain sebagainya, sangat penting sebagai awal perkembangan baru aset kripto di masa depan. [red]