media-nasional.com – pertanyaan presenter BTV Fristian Griec dalam program Berita Satu Spesial, Selasa (18/10/2022), dijawab dengan lugas oleh Ganjar Pranowo siap maju menjadi calon presiden, sontak pernyataan itu menjadi diskursus yang riuh.

Tak tergambar tendensi apapun, termasuk aroma “perlawanan” dari ungkapan narasi pilihan politiknya itu.

Namun banyak pengamat politik menilai, seolah Ganjar menegasi bahwa ia juga bisa berdikari keluar dari bayang-bayang PDIP.

Apalagi di belakangnya banyak partai yang mengharapkan kesiapan Ganjar untuk maju, seperti telah dikemukakan oleh PSI, PPP, dan PAN melalui deklarasi-deklarasi yang digelar di beberapa daerah dan nasional.

Elektabilitas dan percaya diri Ganjar

Padahal Ganjar barangkali hanya berpatokan pada rasa percaya dirinya. Salah satunya, hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menempatkannya masih dalam posisi jabatan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang dibesut PDIP di peringkat pertama dengan elektabilitas mencapai 29 persen bila maju sebagai calon presiden (capres) 2024.

Dalam survei dengan simulasi 19 nama itu, elektabilitas Ganjar jauh melejit di atas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di posisi kedua dengan raihan 19,6 persen dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 17,4 persen.

Begitu juga hasil survei institusi partai oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkapkan, elektabilitas PDI-P akan meningkat sekitar 15 persen, jika mengusung Ganjar Pranowo capres.

Pernyataan majunya Ganjar sekaligus mengakhiri kerisauan banyak pihak mengenai maju atau tidaknya orang nomor satu di Jawa Tengah tersebut untuk menduduki kursi nomor satu Republik Indonesia, pascaberakhirnya kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo.

Konstelasi politik berubah cepat. Kemarin, masih beredar kemungkinan PDIP menafikan Ganjar dengan memilih Puan sebagai capres. Seolah Ganjar didera ketergantungan karena sebagai kader ber-elektabilitas moncer justru seperti menjadi “ganjalan” bagi naiknya Puan.

Dengan keyakinan positif itu, Ganjar “Nyapres”. Tentu saja pernyataan Ganjar nyapres 2024, tak hanya bikin jagad Indonesia kaget, tapi PDIP-lah partai yang kelimpungan mengkondisikan pilihan politiknya atas Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi atau Puan Maharani.

Sekaligus ini menjadi pukulan telak bagi PDIP, Megawati dan Puan yang tengah bersusah payah mendulang elektabilitas dengan blusukan mendadak.

Ini barangkali bagian dari rentetan peristiwa politik yang kemudian terakumulasi pada “kegerahan” Megawati dan partai banteng merahnya.

Apalagi sejak elektabilitas Ganjar terus berada di atas Puan. Sebaliknya, publik juga merasa gamang, ketika PDIP “memaksakan” Puan maju, sedangkan PDIP memiliki kader terbaik dengan elektabilitas tinggi.

Tak mengherankan jika kabar terbaru, keputusan Ganjar justru berbuah “sanksi teguran disiplin kader partai”. Teguran lisan oleh Bidang Kehormatan DPP PDI-P pada Senin (24/10/2022) sore, adalah buntut pernyataannya soal siap menjadi calon presiden (capres).

Bagaimanapun Ganjar menerimanya dengan legowo, sembari menyebut bahwa “Pak Sekjen sudah bicara, lihat baju saya, semua keputusan terkait pilpres adalah keputusan ketum.”

Meskipun hal itu adalah mutlak keputusan internal partai, namun terbaca jelas jika di tingkat internal, persaingan itu semakin memanas. “Kompor” pilpres adalah pemicu hawa panas itu.

Capres Ganjar memahami sanksi itu diberikan “tak hanya” atas dasar kemunculan diskursus publik pascapernyataan nyapresnya itu, semuanya berbau politis.

Politik belakang layar

Di belakang itu semua, track panjang perjalanan Puan sebagai capres telah dilakukan Megawati secara simultan.

Megawati bahkan telah memulainya dengan menyerahkan tampuk kuasa PDIP, dan mendorongnya sebagai Menteri Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (2014-2019) dalam Koalisi Indonesia Maju dan Ketua DPR RI (2019-2024) kepada putrinya Puan Maharani.

Dalam konteks menuju pilpres 2024 , Megawati bisa menggunakan “hak prerogatif” kepemimpinan partainya “menunjuk langsung” Puan sebagai capres pilihan partai.

Begitu juga kerja-kerja sosialiasi kehadiran Puan ke seluruh Indonesia melalui aksi blusukannya yang masif. Ini langkah dan strategi agresif Megawati mengejar ketertinggalan—baik dari sisi ketokohan, visi dan misi, maupun dari sisi elektabilitas Puan Maharani.

Sebagai konsekuensinya kemudian, Ganjar menyerahkan sepenuhnya pada keputusan partai yang merupakan keputusan kongres dan semua kader harus ikut. Termasuk soal pencapresan yang sepenuhnya berada di tangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri .

Tapi, yang menarik adalah Ganjar tidak menarik pernyataannya soal siap maju capres. Ia secara bijak hanya menjawab bahwa semua kader harus siap apabila mendapatkan tugas dari partai, baik eksekutif maupun legislatif. Apakah ini bentuk kamuflase “perlawanan politisnya”?

Ganjar menimpali pernyataannya itu dengan menyebut bahwa fokusnya adalah bekerja dalam kapasitasnya sebagai pejabat resmi Gubernur Propinsi Jawa Tengah.

Apalagi saat ini sedang dipenuhi kesibukan membantu pemerintah nasional dalam mengendalikan inflasi, dan fokus pada kesiapsiagaan membangun daerahnya menghadapi bencana.

Di ranah publik, hukuman teguran lisan terhadap Ganjar yang dianggap memicu kemunculan diskursus, justru menimbulkan multitafsir.

Lagi-lagi banyak orang berpraduga dan berkesimpulan jika sumbernya lebih dari itu, karena persaingan calon dalam kontestasi Pilpres 2024 .

Sikap legowonya Ganjar justru dapat “memancing” elektabilitasnya semakin melejit. Semakin besar tekanan dan diskriminasi akan memancing simpati dan empati politik. Jadi, apa manuver Puan-Mega-PDIP selanjutnya?

Ini bisa menjadi “bumerang” berbahaya bagi Puan, Megawati , tapi tidak pada partainya Ganjar -PDIP. Itu satu-satunya hal positif yang terisa bagi kubu Puan-Mega yang berusaha defensif, hingga ada keputusan final, siapa yang berhak maju mewakili Partai Banteng Bermoncong merah itu.