media-nasional.com – Indonesia bakal menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Pasifik untuk Penyandang Disabilitas atau High-level Intergovernmental Meeting on The Final Review of The Asian and Pacific Decade of Persons with Disabilities (HLIGM-FRPD) pada 19-21 Oktober 2022 mendatang.

Adapun program ini diselenggarakan di bawah The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP).

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan, lewat acara ini, Indonesia akan membagikan pengalamannya dalam penanganan disabilitas .

Apalagi, Asia Pasifik adalah rumah bagi sekitar 700 juta penyandang disabilitas yang hak-haknya belum terpenuhi secara merata.

“Kita berharap, kita bisa menjadi tuan rumah yang baik dan bisa menjadikan saudara-saudara kita, para penyandang disabilitas setara, sehingga menghilangkan pandangan dan perilaku diskriminatif terhadap mereka,” kata Risma dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/10/2022).

Risma mengungkapkan, pertemuan bersama negara-negara Asia-Pasifik ini merupakan respons terhadap tantangan dan hambatan dalam hal promosi dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas.

Pasalnya, hingga kini masih banyak sekali tindak diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas. Akses pekerjaan pun semakin sulit dengan adanya pandemi Covid-19.

“Ada kejadian yang kita sama sekali menduga seperti kejadian kemarin, yaitu Covid-19. Itu yang normal saja terpuruk, apalagi mereka. Karena itu, kami mencoba mengajarkan bagaimana mereka bisa berwirausaha agar mereka bisa survive di kondisi apapun,” ujar Risma.

Menurut Risma, dalam setahun terakhir, Indonesia memang telah melakukan berbagai terobosan untuk mendukung dan mempermudah aksesibilitas para penyandang disabilitas.

Pertama adalah terobosan inovatif, dengan penemuan tongkat pintar adaptif dan smartphone yang sudah dimodifikasi untuk disabilitas netra. Tongkat ini akan bergetar untuk memberi sinyal kepada difabel jika ada bencana di sekitarnya.

Terobosan lainnya adalah pendekatan (approach). Risma mengatakan, Indonesia telah melakukan enterpreneurship approach.

Dengan kata lain, para penyandang disabilitas ini bukan hanya ditekankan untuk bekerja di tengah minimnya lowongan untuk difabel, tapi juga berwirausaha.

“Mereka, kami ajarkan untuk bisa berdiri tapi dengan teknologi kami yang dibuat oleh para penyandang disabilitas juga. Jadi, ini adalah salah satu keberanian untuk bagaimana penyandang disabilitas ini bisa membuat, bahkan bisa menciptakan suatu karya sendiri, yang bisa kita akan ajukan hak patennya secara internasional,” katanya.

Sedangkan yang ketiga, keberpihakan pemerintah terhadap penyandang disabilitas agar memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak.

Tiga hal itu, kata Risma, merupakan terobosan yang akan dibagikan oleh Indonesia pada pertemuan bersama negara-negara Asia-Pasifik.

“Kemudian, Indonesia berharap juga bisa belajar dari negara lain, dengan harapan bisa memperkaya negeri kita sendiri,” katanya.

Sementara itu, Executive Secretary of ESCAP, Armida Salsiah Alisjahbana menyebut bahwa Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Pasifik untuk Penyandang Disabilitas periode 10 tahunan kali ini dilaksanakan di Indonesia karena dianggap telah banyak melakukan sejumlah inovasi dalam penanganannya terhadap penyandang disabilitas.

Hasil dari pertemuan nantinya akan diwujudkan dalam Jakarta Declaration.

Dalam pertemuan tersebut, anggota ESCAP akan mengkaji ulang (review) kemajuan dan pencapaian poin-poin rencana aksi dalam Strategi Incheon dan Deklarasi Beijing.

Pertemuan juga akan merumuskan kesepakatan baru dan memperbarui komitmen para anggota ESCAP dan asosiasi yang memperkuat pemenuhan hak-hak dan pembangunan inklusif penyandang disabilitas di Asia-Pasifik. Semua upaya ini diarahkan untuk pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2032.

“Pengalaman dari Indonesia bisa diaplikasikan di negara lain. Begitu pun pengalaman dari negara lain, bisa juga dipelajari oleh Indonesia,” kata Armida.