media-nasional.com – Tiba di Seoul, Korea Selatan pada Sabtu 29 Oktober 2022, seorang warga Singapura terjebak di himpitan besar orang-orang yang menewaskan 153 nyawa saat perayaan halloween.

Koh Ming En (25) bersama dua warga Singapura lain pergi ke distrik Itaewon untuk merayakan halloween. Namun, ia terpisah dengan teman-temannya dan berjuang sendirian di tengah desakan

Mengingat pengalaman mengerikan yang dialaminya, Koh Ming En mengungkap, orang-orang didorong seperti gelombang pada beberapa titik.

“Ada orang yang kehilangan keseimbangan. Saya dan teman-teman panik dan kami berjuang untuk tetap hidup di tengah keramaian,” ujar Koh.

Ketika mereka mencoba untuk melarikan diri, ketiganya mencapai lorong yang mengarah ke jalan keluar. Tetapi, di tengah kerumunan, Koh ditekan ke dinding dan terpisah dari teman-temannya.

Koh mengalami kesulitan bernapas karena terjepit di tengah kerumunan.

Kemudian, ia menyelamatkan diri dengan mencoba masuk ke dalam bar namun dihentikan oleh penjaga.

“Saat saya berdiri, ada tangan yang menjangkau dari bawah. Saya ingin menariknya ke atas. Saya mencoba tetapi tidak bisa melakukannya karena berbahaya,” tuturnya.

Untuk bertahan, ia berpegang pada sesuatu yang seperti kawat. Dia tidak bisa kembali ke tanah karena terlalu tinggi untuk melompat turun.

Lalu, ia memutuskan untuk meluncur ke bawah atap ruko yang miring dan melompat hingga berhasil keluar serta berada di tempat aman.

“Saya adalah orang terakhir yang keluar. Kedua teman saya tidak terluka. Saya menderita beberapa luka, tetapi itu tidak seberapa dibandingkan dengan mereka yang pingsan atau bahkan terinjak,” ucapnya bercerita.

“Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kami terus tinggal di sana. Kami bisa saja mati,” katanya lagi.

Pengunjung lain yang berasal dari Kanada, Katie Brock (37) berhasil menyelamatkan diri.

Katie Brock dan temannya didorong ke gang sempit dekat Hotel Hamilton, tempat insiden itu dimulai. Orang-orang berdesakan satu sama lain sehingga tidak ada yang bisa bergerak pada dua arah.

“Kami mendengar beberapa jeritan terisolasi dari depan dan melihat orang-orang merekam. Saya pikir mungkin ada pertunjukan yang menakutkan tetapi tidak dapat melihat apa yang terjadi,” ujar Brock.

Saat kerumunan membludak, sepatunya terlepas dari kaki. Dia merasa kesakitan karena kakinya terinjak-injak.

“Yang bisa saya lakukan adalah menahan diri ke dinding. Sebuah klub tidak membuka pintu meskipun ada pukulan dan permohonan”

“Saya berpikir, jika semakin parah, kami mungkin benar-benar mati di sini, dengan para pekerja klub mengawasi kami dari sisi lain kaca,” tuturnya.***