media-nasional.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia memastikan empat sirup obat batuk asal India tidak terdaftar di Indonesia.

Keempat sirup ini dituduh menjadi penyebab gagal ginjal pada anak di Gambia karena mengandung etilen glikol.

Keempat sirup tersebut adalah Promethazine Oral Solution, obat batuk sirup bayi Kofexmalin, obat batuk sirup Makoff, dan obat demam sirup Magrip N.

Keempatnya diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.

1. India sudah perintahkan penghentian produksi

Pihak berwenang India sudah memerintahkan Maiden Pharmaceuticals Limited untuk menghentikan sementara produksi obat batuk yang diduga memicu kematian puluhan anak di Gambia.

Menteri Kesehatan Negara Bagian Haryana, Anil Vij mengatakan hasil inspeksi di pabrik Maiden Pharmaceuticals menunjukkan sejumlah pelanggaran terhadap praktik yang baik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merilis peringatan kepada seluruh dunia atas bahaya yang bisa ditimbulkan empat obat batuk sirup yang diproduksi Maiden.

Obat-obat itu, menurut WHO, boleh jadi terkait dengan penyakit gangguan ginjal akut dan kematian puluhan anak pada bulan Juli, Agustus, dan September.

2. Yang terjadi di Gambia

Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan terhadap empat merek sirup obat batuk yang disebut menyebabkan kerusakan ginjal akut, menyusul laporan dari Gambia tentang sejumlah anak yang didiagnosis dengan masalah ginjal serius.

Menurut WHO, analisis laboratorium dari obat batuk sirup ini mengonfirmasi bahwa obat itu memiliki kandungan dietilen glikol yang berlebihan dan etilen glikol sebagai kontaminan.

Pihak berwenang India dan produsen sirup obat batuk, Maiden Pharmaceuticals, mengatakan sirup ini hanya diekspor ke Gambia.

3. Respons Indonesia

Dalam siaran pers pada Senin (17/10/2022), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM.

BPOM menyatakan bahwa telah menetapkan persyaratan pada saat registrasi bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).

“Namun sebagai langkah kehati-hatian, BPOM juga sedang menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan,” sebut BPOM.

Lebih lanjut, BPOM akan melakukan langkah-langkah pengawasan intensif terhadap obat-obat terkait dan akan segera menyampaikan hasilnya kepada masyarakat.

BPOM pun mengimbau masyarakat agar membeli obat yang sudah mendapat izin edar dari BPOM.

“Masyarakat agar lebih waspada, menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari sumber resmi, dan selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum mengonsumsi obat,” ungkap BPOM.

Belum diketahui apakah dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) merupakan penyebab kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.

Kasus gangguan ginjal akut di Indonesia dilaporkan telah menyerang lebih dari 150 anak, sementara Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan panduan untuk menangani penyakit tersebut.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, IDAI sampai Jumat (14/10/2022) mencatat 152 anak terkena gangguan ginjal akut (AKI) dengan mayoritas berusia 1-5 tahun.

4. Tentang produsen obat asal India , Maiden Pharmaceuticals

Maiden Pharmaceuticals mengeklaim pihaknya mematuhi standar kontrol kualitas yang diakui secara internasional.

Meski begitu, beberapa produknya gagal memenuhi standar kontrol kualitas tingkat nasional atau negara bagian di India.

Catatan resmi di India menunjukkan bahwa perusahaan itu:

  • Masuk daftar hitam di Negara Bagian Bihar pada tahun 2011, karena menjual sirup yang gagal memenuhi standar lokal
  • Menjalani proses hukum oleh regulator obat India pada tahun 2018, karena pelanggaran kontrol kualitas
  • Gagal dalam tes kontrol kualitas di Negara Bagian Jammu dan Kashmirpada tahun 2020
  • Gagal dalam tes kontrol kualitas di Negara Bagian Kerala sebanyak empat kali pada tahun 2022

Maiden Pharmaceuticals juga termasuk di antara hampir 40 perusahaan farmasi India yang masuk daftar hitam oleh Vietnam, karena mengekspor produk di bawah standar.

Perusahaan, yang berbasis di negara bagian Haryana, mengatakan “terkejut” dengan kematian puluhan anak yang terjadi di Gambia dan telah dengan rajin mengikuti protokol otoritas kesehatan, termasuk otoritas pengawas obat India dan negara bagian Haryana.

Akan tetapi, perusahaan tersebut menyatakan tak akan memberikan komentar lebih lanjut saat regulator masih melakukan pengujian.

Menteri kesehatan negara bagian Haryana, India, Anil Vij, mengatakan kepada BBC News bahwa sampel telah dikirim untuk pengujian dan jika sesuatu yang salah terdeteksi, tindakan akan diambil.

5. Seberapa efektif kontrol kualitas India?

India memproduksi sepertiga dari obat-obatan dunia, sebagian besar dalam bentuk obat generik.

Negara ini adalah pemasok utama ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin dan negara-negara lain di Asia.

Pabrik manufakturnya diwajibkan untuk mematuhi standar kontrol kualitas yang ketat dan praktik produksi.

Tetapi perusahaan-perusahaan India banyak menuai kritik, bahkan larangan, dari regulator luar negeri seperti badan pengawas makanan dan obat-obatan AS (FDA) karena masalah kontrol kualitas di beberapa pabrik.

Salah satu analisis industri farmasi India menunjukkan kekurangan dana dari badan pengawas dan interpretasi peraturan yang lemah sebagai masalah utama, dengan kurangnya minat untuk memastikan standar kemurnian dipatuhi.

Aktivis kesehatan masyarakat, Dinesh Thakur, juga menyoroti hukuman yang relatif ringan di India karena melanggar standar kualitas. Hukumannya “hanya” denda 242 dollar AS atau sekitar Rp3,7 juta, dan ancaman hukuman penjara hingga dua tahun.

“Kecuali seseorang dapat menunjukkan hubungan sebab akibat secara langsung antara obat dengan kematian, ini adalah norma hukuman yang dijatuhkan,” kata Thakur.

Selain itu, badan nasional yang mengatur obat-obatan di India, termasuk untuk vaksin, tidak sesuai dengan standar WHO.

“Ini dapat menyebabkan kontrol pengawasan yang tidak konsisten atas kegiatan manufaktur farmasi,” kata Leena Menghaney, dari badan amal medis Médecins Sans Frontires (MSF).

6. Perlukah pengujian dilakukan di Gambia?

Kementerian Kesehatan India di Delhi telah meluncurkan penyelidikan, tetapi menurut mereka itu adalah praktik biasa yang dilakukan negara pengimpor untuk menguji produk-produk dan memastikan kualitasnya.

Akan tetapi, direktur eksekutif badan pengawas obat Gambia, Markieu Janneh Kaira, mengatakan pihaknya memprioritaskan pemeriksaan obat malaria, antibiotik, dan obat penghilang rasa sakit, daripada sirup obat batuk tersebut.

BBC telah menghubungi badan tersebut untuk meminta klarifikasi, namun tidak mendapat respons.

Presiden Gambia, Adama Barrow, berkata dirinya akan mencari akar masalah yang menjadi penyebab tragedi tersebut.

Dia juga mengumumkan dibentuknya laboratorium nasional untuk memeriksa kualitas dan keamanan obat dan makanan.

“Gambia akan membangun perlindungan untuk menghilangkan impor obat-obatan di bawah standar,” tambahnya.

MSF menginginkan negara-negara dengan kapasitas pengujian yang memadai untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah seperti Gambia.

“Ini bukan tentang tanggung jawab negara pengimpor saja,” kata Menghaney.

Di Nigeria, Badan Pengawasan dan Pengawasan Obat dan Makanan Nasional sekarang meminta semua pengiriman impor obat-obatan untuk diurus oleh agen yang disetujui sebelum meninggalkan India.

7. Yang terjadi sebelumnya

Kementerian Kesehatan India melakukan investigasi setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sirup obat batuk buatan India terkait dengan kematian 66 anak di Gambia.

WHO mengatakan obat tersebut mengandung bahan berbahaya yang bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan harus ditarik dari pasar secepatnya.

Dikatakan, WHO, pihak berwenang di India dan produsen sirup, Maiden Pharmaceuticals, sedang melakukan investigasi lebih lanjut.

Pemerintah India mengatakan telah meminta WHO mengirim bukti keterkaitan antara sirup obat batuk dan kematian anak-anak.

Maiden Pharmaceuticals mengatakan sudah meminta rincian lebih lanjut soal apa yang sebenarnya terjadi.

BBC sudah menghubungi Maiden Pharmaceuticals namun sejauh ini belum mendapatkan respons.

Sumber-sumber di pemerintah India kepada BBC mengatakan regulator obat-obatan India sudah melakukan penyelidikan setelah diberi mendapatkan informasi ini pada 29 September.

Temuan WHO, yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Adhanom Ghebreyesus, pada Rabu (5/10/2022), setelah organisasi tersebut melakukan uji terhadap sampel sirup obat batuk.

Merek obat batuk buatan India yang mengandung bahan berbahaya tersebut adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup.

WHO mengatakan analisis laboratorium mengkonfirmasi bahwa sirup ini mengandung diethylene glycol dan ethylene glycol dalam takaran berlebih, yang bisa sangat berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Organisasi ini mengatakan sejauh ini merek-merek obat batuk tersebut ditemukan di Gambia, namun tidak menutup kemungkinan dipasarkan di negara-negara lain melalui jalur distribusi informal.

“Merek-merek [sirup obat batuk] ini harus diperlakukan berbahaya sampai dilakukan analisis oleh pihak-pihak berwenang terkait,” kata WHO.

Namun, sumber-sumber di India kepada BBC mengatakan sirup obat batuk itu “hanya diekspor ke Gambia”.

India adalah produsen obat terbesar ketiga di dunia, sebagian besar memproduksi obat-obat generik.

Kebutuhan obat-obatan di Afrika sebagian besar dipasok oleh perusahaan-perusahaan farmasi India.

Maiden Pharmaceuticals, yang berkantor pusat di Negara Bagian Haryana, India utara, mengekspor obat-obatan ke Asia, Afrika, dan Amerika Latin, menurut kantor berita Reuters.

Para pejabat kesehatan di Gambia pertama kali mengungkapkan kecurigaan pada Juli lalu setelah puluhan anak-anak didiagnosis mengalami ganguan ginjal.

Direktur layanan kesehatan Gambia, Mustapha Bittaye, kepada Reuters mengatakan angka kematian turun dalam beberapa pekan terakhir dan pihaknya sudah menerapkan pelarangan penjualan.

“Namun, sampai beberapa waktu terakhir, sirup-sirup itu masih dijual di sejumlah rumah sakit dan di klinik-klinik swasta,” ungkap Bittaye.