TRIBUNWOW.COM – Dua minggu setelah pasukan militer Rusia melakukan invasi ke Ukraina pada Februari 2022 lalu, terjadi serangan di sebuah panti jompo yang terletak di Luhansk.

Dalam serangan tersebut otoritas Ukraina menyampaikan ada lebih dari 50 warga sipil yang tewas.

Dikutip TribunWow.com dari theguardian.com, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) alias United Nations (UN) menyebut Ukraina dan Rusia sama-sama bersalah dalam kasus ini.

Baca juga: Jadi Bahan Olok-olok Inggris, Putin Disebut Paksa Tentara Rusia Gunakan Traktor sebagai Tank

Serangan ini juga menyebabkan puluhan warga lanjut usia dan pasien yang lumpuh terjebak di dalam bangunan tanpa adanya air bersih dan listrik.

Terjadi di Desa Stara Krasnyanka, PBB menyebut tragedi yang terjadi di desa itu adalah contoh dari pasukan militer diduga memanfaatkan warga sipil sebagai tameng manusia.

Dalam versi Ukraina, Rusia bersalah karena dituding sengaja menyerang bangunan yang berisi warga sipil.

Sementara itu pihak separatis menyebut pasukan militer Ukraina sengaja menjadikan para warga lansia di panti jompo tersebut sebagai tawanan.

Saat ini PBB masih belum memiliki data berapa korban jiwa yang tewas dalam serangan terhadap panti jompo di Desa Stara Krasnyanka.

Di sisi lain, pemerintah Ukraina mengklaim saat ini tengah mengusut lebih dari 21 ribu kasus kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara Rusia sejak dimulainya invasi pada Februari 2022 lalu.

Jaksa Agung Ukraina, Iryna Venediktova mengatakan, pihaknya menerima 200-300 laporan kasus kejahatan perang per hari.

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, Venediktova menjelaskan, kasus kejahatan perang para tentara Rusia di Ukraina bervariasi mulai dari pembunuhan, penyiksaan, hingga pencabulan terhadap warga sipil.

50 Warga Tewas, Ukraina dan Rusia Dinilai PBB Sama-sama Bersalah dalam Kasus Serangan ke Panti Jompo
Kompleks Rumah Sakit Bersalin di Mariupol,Ukraina, mendapat serangan dari Rusia saat gencatan senjata seharusnya sudah dimulai, Rabu (9/3/2022). (Tangkapan Layar YouTube Aljazeera English)

Baca juga: VIDEO – Pasukan Rusia Hancurkan 2 Roket Canggih HIMARS Buatan AS di Ukraina

Venediktova mengatakan, sebagian besar kasus ini nantinya akan diadili secara in absentia di mana pelaku tidak perlu dihadirkan dalam persidangan.

Kendati demikian, Venediktova mengaku timnya mengalami kesulitan mengusut kasus-kasus kejahatan perang karena keterbatasan akses ke orang-orang dan area tertentu.

Pada bulan Mei, Venediktova menyampaian ada 600 pelaku yang telah berhasil diidentifikasi.


Artikel ini bersumber dari wow.tribunnews.com.