media-nasional.com – Bank Indonesia (BI) menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) atau suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Kenaikan suku bunga acuan BI tersebut pun akan berdampak positif maupun negatif pada perekonomian nasional.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan suku bunga dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap penguatan dollar AS yang masih terus berlanjut.

Di sisi lain, efek negatif akan dirasakan pelaku usaha dan perbankan karena kenaikan suku bunga memicu peningkatan bunga pinjaman.

” Suku bunga pinjaman bank mulai terpantau meningkat sehingga pelaku usaha harus atur strategi dalam membayar bunga dan cicilan pinjaman modal kerja,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2022).

Adapun kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 bps itu, melanjutkan kenaikan suku bunga pada Agustus 2022 sebesar 25 bps dan September 2022 sebesar 50 bps. Maka total suku bunga BI sudah naik 125 bps di sepanjang tahun ini.

Menurut Bhima, kenaikan suku bunga yang terus berlanjut akan mengakibatkan penurunan belanja masyarakat. Terutama pada penjualan kendaraan bermotor dan rumah akan melambat sebab bunga kredit ikut naik seiring dengan meningkatnya suku bunga BI.

“Ini yang menurunkan inflasi inti, karena demand (permintaan) melemah,” imbuhnya.

Ia menilai, yang menjadi tugas utama pemerintah adalah mengendalikan cost push inflation atau kenaikan inflasi akibat biaya produksi dan operasional perusahaan yang meningkat.

Seperti naiknya biaya bahan baku karena harga komoditas meningkatkan, atau tarif angkutan naik karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat.

“PR utama adalah mengendalikan cost push inflation atau sisi penawaran lewat intervensi pemerintah di pangan dan energi. Selama cost push masih terjadi naiknya bunga acuan tidak serta merta turunkan inflasi umum,” jelas Bhima.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan kenaikan suku bunga 50 bps tersebut sebagai antisipasi untuk menurunkan ekspektasi inflasi. Selain itu, untuk memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada paruh kedua tahun 2023.

Selain itu, keputusan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat akibat semakin kuatnya mata uang dollar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

“Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi atau over shooting,” ucap Perry saat konferensi pers, Kamis (20/10/2022).