Merdeka.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku khawatir atas pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (USD) akan mengerek biaya produksi. Mengingat, sebagian bahan baku masih didatangkan dari luar negeri.

“Pengusaha memiliki kekhawatiran apabila pelemahan (Rupiah) terus terjadi tentu akan mempunyai dampak. Terlebih untuk manufaktur atau produksi yang memiliki ketergantungan bahan baku impor untuk produksinya, tentu akan berpengaruh,” kata Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin (25/7).

Untuk melindungi kelangsungan usaha, Apindo mendesak pemerintah bersama Bank Indonesia untuk terus memperluas penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan maupun investasi guna mengurangi ketergantungan terhadap USD. Indonesia sendiri telah menyepakati kerangka kerja LCS dengan empat negara yaitu China, Jepang, Malaysia, dan Thailand.

“Kita harapkan ke depan bisa terus berkembang menambah jumlah partisipasi. Terutama, Indonesia harus memanfaatkan momentum sebagai Presidensi G20 dengan mendorong promosi lebih lanjut LCS untuk mengurangi ketergantungan,” bebernya.

Selain itu, Apindo juga mendesak para pelaku usaha yang memiliki ketergantungan bahan baku impor untuk mencari alternatif barang produksi dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk efisiensi keuangan perusahaan ditengah pelemahan nilai tukar Rupiah.

“Di sisi lain pelemahan nilai tukar Rupiah ini menjadi peluang dunia usaha untuk mencari alternatif komponen yang bsia diproduksi dlama negeri untuk mengurangi ketergantungan impor tadi,” tutupnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 20 Juli 2022 nilai tukar rupiah terdepresiasi atau melemah 4,9 persen dibandingkan posisi akhir 2021. Kendati begitu, Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Wira Kusuma mengatakan, depresiasi rupiah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan mata uang negara-negara berkembang lainnya.

“Namun kalau kita bandingkan tingkat depresiasi negara-negara tetangga, kita relatif lebih baik dibanding negara lain. Contoh, sampai 20 Juli secara point to point kita terdepresiasi 4,9 persen, namun negara seperti Malaysia 6,42 persen, India 7,05 persen, Thailand 8,93 persen, jadi relatif kita lebih baik dari hal itu,” kata Wira dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (25/7).

Baca juga:
Pelemahan Rupiah Dinilai Masih Relatif Aman
Rupiah Ditutup Melemah Rp15.020 per USD Terdampak Inflasi AS
Rupiah Kembali Sentuh Rp15.000 per USD Seiring Ekspektasi Kenaikan Suku Bunga The Fed
Kenaikan Suku Bunga The Fed dan Inflasi Kerek Rupiah Sentuh Rp15.000 per USD
Rupiah Tembus Rp15.000 per USD
Rupiah Melemah Imbas Suku Bunga The Fed Naik, ini Dampak ke Masyarakat


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.