Dunia Pendidikan Alami Darurat Kekerasan Seksual, P2G Beberkan 4 Penyebabnya

Jakarta:  Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai Indonesia tengah menghadapi darurat kekerasan, utamanya kekerasan seksual di satuan pendidikan.  Terdapat empat faktor yang membuat kondisi tersebut tumbuh subur di lingkungan pendidikan hingga saat ini.  

1. Perspektif Regulasi 

Menurut Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, sebenarnya untuk sekolah sudah memiliki regulasi pencegahan dan penanggulangan kekerasan, termasuk perlindungan bagi siswa dan guru.  Regulasi tersebut tertuang dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.
 
Permendikbud ini berisi aturan yang detail tentang langkah dan strategi yang wajib dilakukan sebagai upaya preventif sekaligus kuratif terhadap kekerasan di sekolah.  Namun disayangkan, regulasi tersebut dinilai bak macan kertas dalam mencegah dan menangani tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan.
 
Regulasi tersebut sejatinya telah menjelaskan langkah dan strategi yang wajib dilakukan satuan pendidikan sebagai upaya preventif sekaligus kuratif terhadap tindak kekerasan di sekolah.  “Namun dalam implementasinya, banyak guru, orang tua, siswa, pengawas sekolah termasuk Dinas Pendidikan yang tidak memahami dan mengetahui aturan tersebut,” kata Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, dalam keterangannya kepada Medcom.id, Jumat 15 Juli 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Sehingga, kata Satriwan, aturan tersebut sangat lemah dalam tataran implementasi.  “Sayang, Permendikbud Nomor 82/2015 ini hanya menjadi macan kertas implementasinya di lapangan,” kata Satriwan.
 
Indikatornya, sangat jarang sekolah yang memiliki Gugus Tugas Pencegahan Kekerasan. Padahal gugus tugas merupakan perintah tertuang dalam Pasal 8 huruf H, yang menyebutkan sekolah wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan.
 
Tim itu terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru, perwakilan siswa, dan perwakilan orang tua/wali. Bahkan di sekolah mesti dipasang papan layanan pengaduan kekerasan.
 
“Setiap sekolah wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses masyarakat dalam pasal 8 huruf I,” jelasnya.
 
Namun yang terjadi malah sebaliknya. Bukan memasang papan layanan pengaduan, manajemen sekolah berupaya sekuat tenaga merahasiakan.
 
“Hal ini dirahasiakan agar tak tercium sampai ke luar, demi nama baik institusi,” ujar Satriwan.

 

Halaman Selanjutnya

  2. Perspektif Profesi Guru…

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.