media-nasional.com – Jakarta Pertamina EP (PEP) Tarakan Field, bagian dari Zona 10 Regional Kalimantan Subholding Upstream Pertamina, selain bertugas melakukan eksploitasi minyak dan gas bumi juga berperan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL). Salah satu program TJSL andalan PEP Tarakan Field adalah pemberdayaan penyandang difabel, yaitu Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

“Saat ini adalah tahun keempat PEP Tarakan Field terlibat dalam pemberdayaan Kubedistik. Alhamdulillah kami merasakan manfaat dan dukungan PEP Tarakan Field dalam pemberdayaan penyandang difabel untuk pengembangan batik ramah lingkungan,” ujar Sonny Lolong, Pendamping Teknis Kelompok Kubedistik.

Enam+

Menurut Sonny, inisiasi pembentukan Kubedistik terjadi pada 2019 sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok masyarakat rentan serta melestarikan lingkungan dalam peningkatan usaha kerajinan batik.

Inisiatif pembentukan kelompok berasal dari PEP Tarakan Field, pemerintah lokal, dan organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang seni budaya, dan pariwisata. “Kegiatan tersebut merupakan upaya bersama untuk mengembangkan potensi lokal dalam bidang kerajian batik,” katanya.

Sonny menyebutkan, pada awal terbentuknya Kubedistik sangat tidak mudah. Banyak tantangan yang dihadapi. Butuh waktu, tenaga dan banyak kesabaran untuk melatih mereka. Pasalnya, para difabel yang berlatih dan bekerja di Kubedistik menyandang beragam disabilitas mulai dari tuna daksa, tuna grahita maupun tuna rungu sehingga memerlukan pendekatan masing-masing dalam pelatihannya. “Pernah kejadian, ratusan kain batik pesanan yang dikerjakan rusak/gagal karena masalah komunikasi dan lainnya. Butuh banyak kesabaran. Tapi tidak apa-apa yang penting teman-teman di sini tetap bersemangat,” kata Sonny yang juga seorang pembatik.

Dia bercerita, pada awal pembentukan kelompok, ada lima orang penyandang difabel yang bergabung. Kemudian bertambah menjadi 20 orang pada 2020 dan kini anggota Kubedistik berkembang jadi 26 orang. Aktivitas membatik dilakukan di Rumah Batik RT 03 Kelurahan Kampung Skip, Kecamatan Tarakan Tengah. Anggota Kubedistik juga dapat melakukan sebagian aktivitasnya di rumah dan dikembangkan aktivitas kelompok melalui diskusi online. “Kain yang telah dibatik tinggal disetorkan ke sini (Kubedistik),” ujarnya.

Sonny dan Kubedistik juga kreatif dalam membatik. Buktinya, mereka berupaya melestarikan budaya dan memanfaatkan sumberdaya alam sekitar, yaitu penggunaan pewarna alami dari batang mangrove. Apalagi mangrove melimpah dan mudah didapat di pesisir Kota Tarakan.

“Kami menggunakan limbah kayu bakau. Satu kilogram kayu bakau ditambah lima liter air direbus selama dua jam menghasilkan ekstrak pewarna alami. Limbah ekstrak pewarna alami kami permentasi bersama EM4 dan mikroorganisme lokal (MOL) sehingga menjadi pupuk organik,” katanya.

Dari sisi motif, lanjut Sonny, untuk melestarikan kebudayaan Kota Tarakan dalam hal ini budaya suku Tidung. Lalu dikembangkan motif khas Tidung, seperti motif batik pakis, motif batik cumi-cumi dan motif batik lainnya sesuai dengan kekayaan alam dan budaya setempat. “Kubedistik kini memiliki HaKI (hak atas kekayaan intelektual) atas enam motif batik khas Tarakan dan beberapa motif lainnya tengah dalam proses mendapatkan HaKI,” ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Dukungan Pemda

Sonny juga mengapresiasi dukungan PT Pertamina Hulu Indonesia yang bekerja sama dengan Askrindo dalam mendukung Kubedistik, termasuk pemberian asuransi kecelakaan diri bagi 26 anggota mulai tahun ini. Kubedistik juga mendapatkan sokongan dari Pertamina dalam pemasaran produk, termasuk pameran-pameran yang diadakan di sejumlah tempat di Tanah Air.

Tak hanya itu, lanjut Sonny, Pemkot Tarakan juga mendukung program batik salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Tarakan No 7 Tahun 2021 tentang pakaian dinas ASN. Setiap hari Kamis, ASN di Tarakan mengenakan batik khas Tarakan yang dibuat Kubedistik. “Dinas Pariwisata Tarakan juga menjadikan Kubedistik sebagai destinasi wisata belajar batik,” jelas kelahiran Sukabumi, Jawa Barat.

Selama empat tahun berjalan, anggota Kubedistik telah siap mandiri. Hal itu dibuktikan dari kesiapan Hadi, salah seorang tuna rungu-wicara anggota Kubedistik. Dia sudah siap mandiri jika PEP Tarakan Field exit program pada 2023. Menggunakan bahasa isyarat, dengan bersemangat Hadi menyampaikan rasa terima kasih kepada Pertamina serta harapannya.

Senyum Hadi mengungkapkan optimismenya bahwa batik bisa menjadi tumpuan untuk masa depan yang lebih sejahtera. Pasalnya, Kubedistik telah meningkatkan kesejahteraan kelompok difabel Tarakan. Dari sisi ekonomi, pendapatan Kubedistik mencapai Rp143 juta per tahun dan Rp 1,3 juta per bulan untuk tiap anggota. Selain itu, ada efisiensi biaya pengelolaan lingkungan yang mencapai Rp17,5 juta. Apalagi penggunaan pewarna batik yang ramah lingkungan bisa mengurangi emisi 6.600 kg CO2e/ tahun dan 360 kg per tahun limbah sisa pewarna bakau yang diolah jadi pupuk kompos yang ramah lingkungan.

Sejalan Tujuan Pemkot

Arbain, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tarakan, mengatakan program Kubedistik paralel dengan tujuan Pemkot. Melalui usaha seperti ini, penyandang disabilitas benar-benar dapat diberdayakan. Pemkot Tarakan saat ini mendata kembali penyandang disabilitas di Kota Tarakan. “Dengan data terbaru, Pemkot dapat berkolaborasi dengan PEP Tarakan Field menciptakan program-program pemberdayaan sejenis bagi para difabel,” katanya.

Isrianto Kurniawan, Field Manager PEP Tarakan Field, menjelaskan upaya pemberdayaan masyarakat, perempuan, pendidikan, dan kesehatan menjadi perhatian PEP Tarakan Field dalam menjalankan TJSL, termasuk program Kubedsitik.

Melalui Kubedistik diharapkan dapat menjadi salah satu model upaya peningkatan kesejahteraan penyandang difabel, menjaga selalu lingkungan dengan menggunakan bahan baku batik alami, serta menjadikan motif batik Tarakan sebagai motif unggulan di Kalimantan Utara. “Pengembangan akses teknologi dan literasi digital bagi penyandang difabel terus dilakukan, selain sebagai bagian dari upaya untuk menjawab tantangan masa depan dalam era industri 4.0,” katanya.