Tingginya ketergantungan impor daging dari tahun ke tahun, karena daging sapi lokal tidak memenuhi standar kualitas yang baik.

JAKARTA, JITUNEWS.COM- Melonjaknya impor daging sapi setiap tahun menjadi sorotan Anggota Komisi VI DPR, I Nyoman Parta.

Menurutnya perlu langkah strategis guna memenuhi kebutuhan nasional dan sekaligus mengurangi ketergantungan impor daging sapi.

“Kami melakukan penggemukan sapi rakyat, demi menggenjot kedaulatan pangan melalui Sapi Bali. Apalagi Sapi Bali ini terkenal karena berkualitas tinggi dan unggul,” kata Nyoman Parta  dalam siaran pers yang diterima Jitunews.com, Jumat (7/10/2022).

Maklum Jokowi Marah Soal Impor, Anwar Abbas: Nasionalisme Penyelenggaran Negara Telah Rusak

Politisi PDIP ini membeberkan sejumlah alasan penggemukan Sapi Bali. Karena Sapi Bali memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya, dapat  hidup dan bertahan di berbagai iklim, baik suhu dingin bersalju, maupun panas terik. Lalu, bisa makan apa saja dari setrat, tumbuhan hijau hingga jerami kering.

Selain itu, tingkat kesuburan sapi betina cukup tinggi, bisa sampai 17 kali mempunyai anakan. Begitupun, dengan tekstur dagingnya,  dimana daging kelas 1 (krakas) mencapai 52%, sedangkan daging kelas 2 menghasilkan 48%.

“Terdapat buliran lemak (marbling) didalam daging yang membuat aroma daging tercium hingga jarak yang jauh, dan Sapi Bali terkenal pintar,” tuturnya.

Lebih jauh Anggota Fraksi PDIP mengungkapkan bahwa tingginya ketergantungan impor daging dari tahun ke tahun, karena daging sapi lokal tidak memenuhi standar kualitas yang baik. Hal ini pengaruh dari sisi pemeliharaan yang masih tradisional, sehingga kualitas dagingnya alot dan kenaikan bobot harian yang masih rendah.

Pihaknya, kata Parta-sapaan akrabnya,  melakukan sebuah upaya penelitian melalui pemberian pakan khusus dengan peneliti Dokter David. “Adapun pemberian pakan khusus Sapi Bali ini dengan mengambil sampel 30 ekor lokasi penelitian pada kandang rakyat terdiri dari, 10 ekor di Kabupaten Gianyar, 10 ekor di Kabupaten Tabanan, 5 ekor di Kabupaten Badung dan 5 ekor di Kabupaten Bangli,” ungkapnya yang juga menjabat Ketua Koordinator Penelitian.

Saat ini, lanjut Parta lagi, dilakukan pemotongan dua ekor sapi yang ternyata ada peningkatan bobot badan harian atau average daily gain (ADG) sapi sebesar 1,4 dan 1,65 per harinya. “Berat awal Sapi Bali 1 sebesar 412 Kg dan Sapi Bali 2 sebesar 444 Kg, setelah diberikan pakan khusus selama 32 hari, hasilnya berat Sapi Bali 1 menjadi 457 Kg dan Sapi Bali 2 menjadi 497 Kg. Ini merupakan kenaikan yang sangat signifikan untuk kelas sapi lokal,” ungkapnya.

Disisi lain, sambung Legislator dari Pulau Dewata ini menambahkan bahwa komponen lain, yang berupa darah, daging dan kotoran sapi ini juga akan diuji dalam Laboratorium oleh Tim Lab Terpadu IPB Bogor dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Kementerian Pertanian.

“Semuanya untuk diuji kualitas dan kandungan yang ada di dalam daging Sapi Bali hasil treatmen ini. Daging ini kemudian akan dilakukan proses pelayuan kemudian akan dinikmati Bersama stake holder terkait.”

Dikatakan Parta, sektor agrikultur menyumbang 11% gas emisi rumah kaca, dimana 40% nya berasal dari peternakan yaitu kotoran sapi yang menjadi salah satu penyumbang karbon terbesar.

“Dengan treatment ini kotoran sapi akan sedikit mengandung gas metan, sehingga bisa langsung diaplikasi ke lahan pertanian tidak membutuhkan waktu untuk fermentasi lagi,” tukasnya.

Soal Impor Baja, Golkar: Untuk Tutupi Kekurangan Produksi Dalam Negeri


Artikel ini bersumber dari www.jitunews.com.