Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan menyelesaikan kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua Lukas Enembe secara adat.

Hal itu disampaikan KPK menjawab permintaan pengacara Lukas Enembe, Aloysius Renwarin.

Aloysius sebelumnya meminta KPK menyelesaikan kasus Lukas Enembe secara adat karena memandang kliennya sebagai tersangka tokoh besar Papua.

“Sejauh ini betul bahwa eksistensi seluruh hukum adat di Indonesia diakui keberadaannya. Namun untuk kejahatan, terlebih korupsi maka baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (11/10/2022).

Menurut Ali, hukum adat hanya akan memberikan sanksi moral kepada pelaku tindak kejahatan, dalam hal ini Lukas Enembe.

Baca juga: Gubernur Papua Lukas Enembe Mengatakan Kasusnya Diserahkan ke Dewan Ada Papua, Ini Alasannya

Makanya, kata Ali, hukum adat tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai undang-undang yang berlaku.

KPK meyakini para tokoh masyarakat Papua tetap teguh menjaga nilai-nilai luhur adat yang diyakininya, termasuk nilai kejujuran dan antikorupsi.

Potret terbaru Lukas Enembe, Tersangka kasus dugaan gratifikasi Rp 1 Miliar, dirinya mengaku mengalami sakit jantung.
KPK enggan menyelesaikan kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua Lukas Enembe secara adat.

Sehingga tentunya juga mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di Papua.

“Justru KPK menyayangkan pernyataan dari penasihat hukum tersangka, yang mestinya tahu dan paham persoalan hukum ini, sehingga bisa memberikan nasihat-nasihat secara professional,” kata Ali.

Baca juga: 3 Dokter Gubernur Papua Lukas Enembe Asal Singapura Tiba di Sentani: Ini Penjelasan Kuasa Hukum

“Kami khawatir statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat menciderai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri,” katanya.

Sebelumnya, penasihat hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, mengklaim warga Papua meminta kasus dugaan korupsi kliennya diusut lewat hukum adat.

Alasannya, Enembe merupakan kepala suku besar di Papua.

“Semua sudah sepakat bahwa Pak Lukas sebagai tokoh besar Papua dikukuhkan pada 8 Oktober kemarin, berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di Tanah Papua,” ucap Aloysius di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Untuk itu, menurutnya pemeriksaan terhadap Lukas Enembe telah disepakati untuk dilakukan di Papua.

Baca juga: Tidak Bisa Keluar Negeri, Gubernur Lukas Enembe Datangkan 3 Dokter yang Merawatnya ke Papua

“Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua, mereka menyatakan pemeriksaan ketika Pak Lukas sembuh dilakukan di Jayapura. Dilakukan disaksikan oleh masyarakat Papua di lapangan terbuka,” ujar Aloysius.

Diketahui, KPK mengumumkan telah menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Enembe telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023. Langkah itu dilakukan guna kelancaran proses penyidikan.

KPK sendiri kesulitan memeriksa Lukas Enembe dan keluarganya. Dari dua panggilan baik sebagai saksi maupun tersangka, Lukas selalu absen. Dia berdalih masih menderita sakit.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.