JawaPos.com-Hingga 12 hari setelah meletusnya tragedi Kanjuruhan, beberapa korban luka parah masih dirawat di sejumlah rumah sakit.
Salah satunya Debora Ancha Stephani. Dia terbaring tak sadarkan diri ICU RSSA Malang. Diagnosis dokter membuat sang ayah khawatir anaknya kehilangan memori.
——
Nak, siapa nama ibumu?
Siapa nama bapakmu?
Nak, kami di sini menemanimu.
Sampai sembuh.
Kalimat itu terus diucapkan Yoyok Indra Adrianto, 49, kepada Debora yang terbujur lemas di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.
Putri pertamanya itu masih tak sadarkan diri. Dia menjadi korban tragedi Kanjuruhan 1 Oktober lalu. Respirator oksigen tampak terpasang untuk membantu pernapasannya.
Debora terus mendapat perawatan intensif di RSSA. Sesekali dia bisa siuman. Namun tatapan mata gadis berusia 17 tahun itu seperti kosong. Mirisnya, Yoyok mendapat kabar dari dokter bahwa ada bagian di otak anaknya yang membengkak.
Kabar itu semakin membuat Yoyok khawatir ingatan anaknya akan hilang atau amnesia. Maka, kalimat pengingat “siapa ibumu” terus dia bisikan ke telinga Debora. Hanya dengan itu, Yoyok dan Ester Andayani, istrinya, berharap anaknya sembuh total.
Kalimat yang terus diucapkan Yoyok sebenarnya bisa dijawab Debora. Namun suara yang keluar masih jauh dari kata normal. Nama ibunya, Ester, hanya bisa terucap “Est” secara lirih.
“Terbata-bata kalau mengucap nama ibunya. Tapi bersyukur masih bisa mengingat sambil menatap kami,” kata Yoyok.
Sejak hari celaka itu, kondisi Debora sebenarnya sudah berangsur membaik. Mata yang sebelumnya memerah karena zat kimia gas air mata, kini mulai kembali normal.
Satu hal yang justru masih mengkhawatirkan pihak keluarga adalah belum pulihnya kesadaran Debora hingga 100 persen. Termasuk dada yang terasa sesak.
Namun Yoyok menyerahkan semua penanganan putrinya itu ke tim kesehatan. Bersama istrinya, dia memilih fokus untuk berdoa. Setiap hari memohon pertolongan Yang Maha Kuasa agar memberikan kesembuhan pada Debora.
Tidur di atas dinginnya lantai ruang tunggu RSSA pun seolah tak lagi terasa.
Yoyok juga rela meninggalkan pekerjaan sebagai buruh serabutan di Kabupaten Blitar. Ya, bapak dua anak itu datang jauh-jauh dari Blitar demi melihat kondisi putrinya.
Dia datang ke Malang menggunakan sepeda motor. “Demi anak harus berangkat, boyongan bawa barang pakai sepeda motor,” terang Yoyok.
Pria berambut gondrong itu menceritakan, pada 1 Oktober lalu, Debora berangkat dari Blitar ke Stadion Kanjuruhan bersama teman-temannya.
Berdasar dokumentasi yang dia punya terkait Debora, terlihat putrinya itu menonton dari tribun selatan. Tempat yang menjadi titik terparah kericuhan imbas rentetan gas air mata yang ditembakkan pihak pengamanan.
Namun Yoyok tak lagi peduli putrinya mendukung Arema FC versus Persebaya di tribun mana. Yang lebih penting baginya, proses penyembuhan berjalan optimal.
Begitu juga dengan masalah biaya. Dia pasrahkan semua ke pemerintah yang berjanji menanggung seluruh biaya pengobatan dan perawatan korban tragedi Kanjuruhan.
Mungkin foto Debora mengenakan jersey Arema FC yang dimiliki Yoyok itu jadi yang terakhir. Sebab dia tak mau kejadian tragis terulang lagi pada putrinya. “Sekarang fokus pengobatan dan penyembuhan, butuh trauma healing juga,” papar Yoyok.
Jika Debora dinyatakan bisa pulang, Yoyok tak mau muluk-muluk berharap lebih. Dia ingin merawat anaknya agar bisa melupakan tragedi kelam itu.
Debora setidaknya bisa bersekolah lagi di SMA Wiyata Dharma, Blitar. Tahun depan, Yoyok ingin melihat anak pertamanya itu lulus membawa ijazah, serta kembali bermain dengan adiknya yang masih duduk di bangku SD.
“Sebenarnya waktu itu adik Debora minta ikut ke Malang nonton pertandingan. Tapi tidak saya izinkan karena masih kecil. Pengawasan di dalam stadion juga minim,” imbuhnya.
Yoyok berharap semua korban tragedi Kanjuruhan yang sedang mendapat perawatan bisa segera sembuh. Dia juga berharap, proses hukum kepada pihak yang bertanggung jawab harus ditegakkan seadil-adilnya.
Editor : Ainur Rohman
Reporter : Aditya Novrian/Fat/Jawa Pos Radar Malang
Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.