media-nasional.com – Jakarta – Seluruh mata dunia saat ini terus mengamati kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (the Fed). Pengampu kebijakan moneter ini sudah berkomitmen untuk menaikkan suku bunga secara agresif demi meredam inflasi.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut, suku bunga the Fed diperkirakan akan naik hingga 4,75 persen tahun depan. Lebih tinggi dari prediksi kenaikan di tahun ini sebesar 4,5 persen.
Enam+
“Fed Fund Rate (FFR) tahun ini bisa naik menjadi 4,5 persen dan tahun depan naik lagi menjadi 4,75 persen, mencapai puncak tertingginya,” kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Kenaikan tingkat suku bunga tersebut tidak serta merta menurunkan inflasi di negara mereka. Sebab penyebab kenaikan inflasi karena masalah pasokan barang yang terganggu.
“Inflasinya disebabkan tidak hanya karena permintaan tapi juga dari sisi pasokan,” tuturnya.
Perry mengatakan kondisi ini merupakan risiko-risiko stagnasi inflasi, stagnasi pertumbuhan dan inflasi yang tinggi. Bahlan di sejumlah negara termasuk probabilitas AS masuk dalam jurang resesi makin tinggi lagi.
“Probabilitas Amerika Serikat memasuki resesi itu juga meningkat. Terakhir angkanya 50 persen lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya,” kata dia.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga yang dilakukan bank sentral AS, The Fed berdampak pada meningkatnya indeks nilai tukar dollar terhadap mata uang negara-negara dunia meningkat. Jika dihitung dari tengah tahun 2021, penguatan dolar lebih tinggi dari hampir 25 persen.
“Akibatnya pelemahan mata uang dunia dan tekanan di negara pasar Indonesia,” kata dia.
Pada akhirnya, Perry mengatakan kondisi ini menimbulkan masalah baru lainnya pada persepsi investor. Kondisi ketidakpastian ini berpotensi membuat investor menarik dananya dari negara pasar.
“Khususnya investasi portofolio dan mengakibatkan penumpukan di tunai atau sering disebut cash is the king,” pungkasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
BI Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan 50 Basis Poin Jadi 4,75 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 19 – 20 Oktober 2022. Pada rapat bulan sebelumnya atau September 2022, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.
“Rapat Dewan Gubernur memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen,” jelas Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman RDG BI Oktober 2022,pada Kamis (20/10/2022).
Selain itu, Perry melanjutkan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan Deposit Facility sebesar 50 basis poin menjadi 4 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 basis poin di level 5,5 persen.
Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3,0±1 persen pada paruh kedua 2023.
Langkah ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Enam+
Bauran Kebijakan
Bank Indonesia juga akan terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi.
Menurut Perry, koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat melalui efektivitas pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal Pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.