Anak dan istri Gubernur Papua Lukas Enembe, Astract Bona Timoramo Enembe dan Yulce Wenda, menghindari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
“Informasi yang kami terima, para saksi tersebut tidak hadir dan tanpa ada konfirmasi apa pun pada tim penyidik,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui pesan tertulis, Kamis (6/10).
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini mengimbau kepada Astract Bona dan Yulce Wenda untuk dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik berikutnya. Selain itu, Ali juga mengingatkan kepada seluruh pihak termasuk pengacara Lukas agar tidak memengaruhi saksi-saksi yang akan diperiksa.
“Kami juga mengingatkan kepada siapa pun dilarang Undang-undang untuk memengaruhi setiap saksi agar tidak hadir memenuhi panggilan penegak hukum karena hal tersebut tentu ada sanksi hukumnya,” kata Ali.
Dilansir dari sejumlah pemberitaan media massa, pengacara Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, menyatakan bahwa pihak keluarga menolak pemeriksaan anak dan istri Lukas dilakukan di Jakarta.
Aloysius berujar bahwa pihak keluarga meminta agar KPK melakukan pemeriksaan di kediaman Lukas di Jayapura. Tim penasihat hukum, kata dia, juga akan mendampingi anak dan istri Lukas saat diperiksa nanti.
Terkait hal ini, KPK mengingatkan Aloysius bahwa tim penasihat hukum tidak mempunyai kepentingan terhadap pemeriksaan anak dan istri Lukas yang baru sebatas berstatus saksi.
“Mereka kami panggil sebagai saksi. Panggilan sudah kami kirimkan secara patut menurut hukum. Jadi, perlu kami ingatkan tidak ada kaitan dan kepentingannya dengan orang yang menyebut dirinya penasihat hukum tersebut,” tegas Ali.
“Tidak ada dasar hukum saksi wajib didampingi penasihat hukum,” sambungnya.
Sementara itu, KPK hingga saat ini masih berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Papua untuk bisa memeriksa Lukas. Lukas belum berhasil diperiksa KPK lantaran mengaku masih menderita sakit. Selain itu, kediaman pribadi Lukas di Jayapura masih terus dijaga oleh simpatisan.
Lukas harus berhadapan dengan hukum karena diduga terlibat dalam tindak pidana suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua. Lukas telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
(ryn/DAL)
[Gambas:Video CNN]
Artikel ini bersumber dari www.cnnindonesia.com.